Dentuman-dentuman yang terdengar hingga kamar. Tahun masehi berganti, dari delapan menjadi sembilan. Apa yang akan terjadi setahun ke depan? Mimpi-mimpi mewujud, harapan-harapan usang padam? Mungkin tinggal digores ulang, karena kebahagiaan memiliki dimensinya sendiri, cahaya di atas cahaya. Kisah yang belum tersibak, hingga ia ditasbihkan.
Tabir waktu penuh teka-teki. Irisan kehidupan yang belum lagi digariskan. Teman-teman tak tergantikan, keluarga penuh kehangatan, orang-orang baru. Tempat dan suasana baru?
Wednesday, December 31, 2008
Wednesday, December 24, 2008
Titik Balik
Menggantung asa namun enggan melangkah. Ingin memeluk saat ini untuk selamanya. Meski tahu pudar akan merentangkan jarak, dan tahu waktu akan membuat ada menjadi tiada. Ketika persimpangan-persimpangan menciptakan cerita, mungkinkah ia kembali pada titik yang sama? Memadamkan bimbang dengan mendengarkan. Suara-suara yang kadang juga milik sunyi, pembicaraan dengan diri. Sublim.
Mengharap diri tahu yang pasti. Namun bukan itu arti dunia yang menawarkan banyak fana. Upaya yang menjadikan manusia mulia, karena ketika tergelincir ia mampu berusaha menjadi berbeda. Pun jalan kadang tertatih, mempertanyakan semua. Ia memiliki Sang Maha tempat bergantung semua. Asal percaya.
Mengharap diri tahu yang pasti. Namun bukan itu arti dunia yang menawarkan banyak fana. Upaya yang menjadikan manusia mulia, karena ketika tergelincir ia mampu berusaha menjadi berbeda. Pun jalan kadang tertatih, mempertanyakan semua. Ia memiliki Sang Maha tempat bergantung semua. Asal percaya.
Saturday, December 20, 2008
Friday, December 19, 2008
Monday, December 15, 2008
Bukan?
Mencoba mendengar kalian bercakap
Namun hening yang kudapat
Aku bukan juru bicaramu bukan?
Aku ya aku
Kau tetaplah kau
Meski kadang aku ingin tertawa melihat keserupaan yang ada
Itu tidak berarti apa-apa bukan?
Ingin aku lenyap
Ketika canggung menyergap
Diam seribu bahasa
Agar kau dan dia bisa bercengkrama
Tanpa perlu ada aku untuk dimintai pendapat
Lebih baik begitu bukan?
Janggal
Ketika hanya aku dan kau dalam kata
Dia hilang dalam senyap
hingga membuatku berpikir keras
Aku tak mengabaikannya bukan?
Namun hening yang kudapat
Aku bukan juru bicaramu bukan?
Aku ya aku
Kau tetaplah kau
Meski kadang aku ingin tertawa melihat keserupaan yang ada
Itu tidak berarti apa-apa bukan?
Ingin aku lenyap
Ketika canggung menyergap
Diam seribu bahasa
Agar kau dan dia bisa bercengkrama
Tanpa perlu ada aku untuk dimintai pendapat
Lebih baik begitu bukan?
Janggal
Ketika hanya aku dan kau dalam kata
Dia hilang dalam senyap
hingga membuatku berpikir keras
Aku tak mengabaikannya bukan?
Wednesday, December 10, 2008
Fragmen
Bagaimana kau mengharap aku dapat mengabulkan permintaanmu?
Tak adil bagimu pun bagiku
Lalu untuk siapa akan kau persembahkan sandiwara ini?
Pada dunia? Tanpa kisah ini pun ia sudah punya banyak beban. Untukmu? Untukku?
Takkah kau lelah?
Takkah waktu menyembuhkan?
Aku benar-benar berharap bisa...
Tak adil bagimu pun bagiku
Lalu untuk siapa akan kau persembahkan sandiwara ini?
Pada dunia? Tanpa kisah ini pun ia sudah punya banyak beban. Untukmu? Untukku?
Takkah kau lelah?
Takkah waktu menyembuhkan?
Aku benar-benar berharap bisa...
Tuesday, December 09, 2008
...
Mau mencak-mencak...
Tidak berguna
Sia-sia
tapi lega
Harus dihadapi
Meski ada godaan untuk menghindar
Mematikan semua alat komunikasi
Masuk gua
Entahlah...
Kadang hal primitif lebih mudah :)
Kalau bukan jalannya
siapa yang bisa memaksa
Tidak berguna
Sia-sia
tapi lega
Harus dihadapi
Meski ada godaan untuk menghindar
Mematikan semua alat komunikasi
Masuk gua
Entahlah...
Kadang hal primitif lebih mudah :)
Kalau bukan jalannya
siapa yang bisa memaksa
Saturday, December 06, 2008
Following the Gossip :)
While searching an idea to write in my math blog, I found an interesting web: http://www.genealogy.ams.org/ By entering a mathematician name, you can find out who was his/her supervisor. My searching become interesting with some additional information. Hihi, I shouldn't turn my blog into a gossip column shouldn't I? The hint is by their last name and the information I got from out of the web. It match!!! Bingo.
Mencandu Imaji
Pernahkah kau sampai pada satu titik, dan kau tahu titik itu akan mengubah kehidupanmu untuk selamanya?
Kadang kau ingin menghindar. Memilih rehat agar kau tak perlu mengambil keputusan itu detik itu juga. Memberi tenggat agar kau punya kesempatan untuk berpikir ulang, meyakinkan diri bahwa keputusan yang akan kau ambil tepat. Menyerahkan dirimu pada Sang Maha Tinggi yang memahamimu lebih dari dirimu sendiri. Namun kalau kau tak pernah membuka hatimu bagaimana kau tahu?
Pada akhirnya kau mencandu imaji. Melarikan diri dari nyata dan menggantikannya dengan kisah fantasi. Sebuah pelarian yang pada akhirnya tetap harus diakhiri karena waktu tak berpihak padamu. Kau memilih rehat. Kau telah menetapkan keputusanmu, dan dunia akan terus berjalan, dengan atau tanpa dirimu.
Saatnya untuk memantapkan jalan bukan?
Kadang kau ingin menghindar. Memilih rehat agar kau tak perlu mengambil keputusan itu detik itu juga. Memberi tenggat agar kau punya kesempatan untuk berpikir ulang, meyakinkan diri bahwa keputusan yang akan kau ambil tepat. Menyerahkan dirimu pada Sang Maha Tinggi yang memahamimu lebih dari dirimu sendiri. Namun kalau kau tak pernah membuka hatimu bagaimana kau tahu?
Pada akhirnya kau mencandu imaji. Melarikan diri dari nyata dan menggantikannya dengan kisah fantasi. Sebuah pelarian yang pada akhirnya tetap harus diakhiri karena waktu tak berpihak padamu. Kau memilih rehat. Kau telah menetapkan keputusanmu, dan dunia akan terus berjalan, dengan atau tanpa dirimu.
Saatnya untuk memantapkan jalan bukan?
Thursday, December 04, 2008
Shadow
If darkness is absence of light
then what is in shadow?
Opposite of darkness and light
transition from them both?
Unidentified
then what is in shadow?
Opposite of darkness and light
transition from them both?
Unidentified
Thursday, November 27, 2008
Hey!
Hey!
I'm talking to you
Look!
I'm talking to my blog
After several days life with my laptop...
NB: hey Yut, stop blogging its time to work :(
I'm talking to you
Look!
I'm talking to my blog
After several days life with my laptop...
NB: hey Yut, stop blogging its time to work :(
Jenuh
Days full of deadlines...
Senin... perbaikan laporan
Selasa... ikut game sistem dinamik
Rabu... satu artikel profil
Kamis... paper singkat tentang organisasi
Jum'at... bahan presentasi
Sabtu... satu artikel profil
Ahad... satu artikel profil yang terakhir
Senin... draft kedua laporan energi
Selasa... kunjungan lapangan
Rabu...
Can we stop the list? I need a break
Exhausted. Tired. Bored.
Feel a little bit miss orientation.
What am I doing?
Am I on the right track?
Is this what I want?
Senin... perbaikan laporan
Selasa... ikut game sistem dinamik
Rabu... satu artikel profil
Kamis... paper singkat tentang organisasi
Jum'at... bahan presentasi
Sabtu... satu artikel profil
Ahad... satu artikel profil yang terakhir
Senin... draft kedua laporan energi
Selasa... kunjungan lapangan
Rabu...
Can we stop the list? I need a break
Exhausted. Tired. Bored.
Feel a little bit miss orientation.
What am I doing?
Am I on the right track?
Is this what I want?
Tuesday, November 25, 2008
Saturday, November 22, 2008
Paradox
"I won't hold you... not if that can make you hurt."
"And how do you know the opposite won't hurt me?"
"I don't know, but we can try it."
"You make everything seems so easy ..."
"Please don't say that... you know it isn't true," his face frozen.
"Forgive me."
I always do. Don't you realize that? I'm eager to face everyone in this the world except you. How do you expect me to react if everything I do seems to be wrong? The worst part, I'm the one who did it. It drives me crazy.
The silence covers them both. No one have the courage to break it while the restaurant will be closed in a minute.
"I'll drive you home..." Good bye, I wont meet you again.
"No."
"You don't want me to drive you home?"
"Please don't go..."
"We've been through this session. I can't do it anymore."
"For me?"
"Don't give me that look, it's killing me."
"So why you dare to say good bye..."
"I say nothing about goodbye."
"Your eyes did."
He know she is right, but what else can he do?
"It's late, your parent will start to worry. I'll drive you home. We can continue to discuss it later."
"And how do you know the opposite won't hurt me?"
"I don't know, but we can try it."
"You make everything seems so easy ..."
"Please don't say that... you know it isn't true," his face frozen.
"Forgive me."
I always do. Don't you realize that? I'm eager to face everyone in this the world except you. How do you expect me to react if everything I do seems to be wrong? The worst part, I'm the one who did it. It drives me crazy.
The silence covers them both. No one have the courage to break it while the restaurant will be closed in a minute.
"I'll drive you home..." Good bye, I wont meet you again.
"No."
"You don't want me to drive you home?"
"Please don't go..."
"We've been through this session. I can't do it anymore."
"For me?"
"Don't give me that look, it's killing me."
"So why you dare to say good bye..."
"I say nothing about goodbye."
"Your eyes did."
He know she is right, but what else can he do?
"It's late, your parent will start to worry. I'll drive you home. We can continue to discuss it later."
Thursday, November 20, 2008
Wrong
Your eyes shadowed
Hurt, unpleasant feeling
I could be wrong
Your gesture looks different
As if I can make you burden
I might be wrong
Your attitude...
abandon me
I hope I'm wrong
Hurt, unpleasant feeling
I could be wrong
Your gesture looks different
As if I can make you burden
I might be wrong
Your attitude...
abandon me
I hope I'm wrong
Runaway
Why I keep on doing this?
The time has shorten
and all I'm doing is collecting
It's time to write isn't it?
Face the difference
Learn something new
and then you become stronger
It's time to face the truth
Ready or not, I guess I have to face it...
The time has shorten
and all I'm doing is collecting
It's time to write isn't it?
Face the difference
Learn something new
and then you become stronger
It's time to face the truth
Ready or not, I guess I have to face it...
Wednesday, November 19, 2008
My Dear
Do you still remember our last chat?
Time when I can tell you everything
Time when I can share my deepest dream and fear
Time when I'm sure that you're the only one I count on
I keep talking to you
Literally...
whether my heart betray me or not
I'm loosing you
and it scares me
Can you forgive me?
Time when I can tell you everything
Time when I can share my deepest dream and fear
Time when I'm sure that you're the only one I count on
I keep talking to you
Literally...
whether my heart betray me or not
I'm loosing you
and it scares me
Can you forgive me?
Saturday, November 15, 2008
Biru
Kesadaran itu membuat ia bertahan. Karakter khas yang tak jua berubah. Tapi waktu telah mengajarinya banyak. Lebih dari yang ia duga. Dan meski mulanya ia merutuki hal itu setengah mati, kini ia mulai menemukan kembali dirinya ditengah segala hal yang terjadi.
NB: lumayan jadi ketemu kelinci ;p
NB: lumayan jadi ketemu kelinci ;p
Friday, November 14, 2008
Thursday, November 13, 2008
Elegy
"I hope you know the consequences," she said with a high tone.
"Yes... I wish I can do something to fix it... but I can't. There is no other way. I hope someday you will understand."
"No, I won't. I refuse to understand. Why can you this to me? After what we've been through..."
"My apologize..."
"You can keep those words."
"Please..."
"I'm the one who have to say please... I wish I don't have to meet you again."
"If that can make you happy..."
"Yes, it can. Now, please go."
"Yes... I wish I can do something to fix it... but I can't. There is no other way. I hope someday you will understand."
"No, I won't. I refuse to understand. Why can you this to me? After what we've been through..."
"My apologize..."
"You can keep those words."
"Please..."
"I'm the one who have to say please... I wish I don't have to meet you again."
"If that can make you happy..."
"Yes, it can. Now, please go."
Monday, November 10, 2008
Pemimpi
Ia tertawa... renyah
Hey, seharusnya aku yang tertawa. Bukan kau! Kau dengan mimpimu yang seolah menantang dunia.
Entah kenapa tawanya menular. Mimpi yang terasa muskil itu kini tampak sedikit lebih nyata. Hanya sedikit. Tapi itu sudah cukup.
Mmm... mungin aku sudah jadi gila.
Hey, seharusnya aku yang tertawa. Bukan kau! Kau dengan mimpimu yang seolah menantang dunia.
Entah kenapa tawanya menular. Mimpi yang terasa muskil itu kini tampak sedikit lebih nyata. Hanya sedikit. Tapi itu sudah cukup.
Mmm... mungin aku sudah jadi gila.
Thursday, November 06, 2008
Sunday, November 02, 2008
Thursday, October 30, 2008
Retak
Ia tahu keputusan ini akan mengubah segalanya. Tidak ada jalan kembali, tidak untuk kali ini. Setidaknya tak ada yang bisa lebih buruk dari apa yang kulakukan dulu, ujarnya memantapkan hati. Sekali ini bukan lagi tentang dia, tapi tentang dirinya sendiri. Perasaan bersalah itu menggerogotinya seperti penyakit, dan meski kini ia telah tiada, ia berjanji untuk tidak akan mengecewakannya lagi.
Dengan langkah tersendat ia berjalan ke mobil menuju tempat yang dulu tak ia kira akan disinggahinya lagi. Rumah yang menjadi mimpi buruknya bertahun-tahun ini. Ia harus menyelesaikan apa yang dulu pernah tertunda dan ternyata telah merenggut orang yang palng dikasihinya.
"Tok..tok," ketuknya sambil menyadari tak ada yang jauh berubah dari rumah itu dari kunjungannya terkahir kali.
"Kau...," sebuah wajah dengan ekspresi terkejut menyapa di pintu. Kesunyian itu tak berlangsung lama. Raut terkejut dengan segera berubah menjadi amarah.
"Mau apa kau datang ke sini. Setelah membuatnya memberontak dan merenggut nyawanya, berani-beraninya kau datang ke sini...." lanjutnya dengan nada tinggi.
Ingatan malam itu datang tanpa bisa ia cegah. Pertengkaran karena dia hendak bertemu dengan orangtuanya yang tak pernah menyetujui hubungan mereka. Sikapnya yang kala itu tegas menyatakan larangan, kemudian kecelakaan yang dia alami. Kepingan-kepingan ingatan itu lebih menyakitkan dari kata-kata tajam yang kulihat dari wajah ibunya. Betapa keduanya bisa begitu mirip ketika marah. Membiarkan kesadaran itu menerpa saja telah membuatnya merasa hancur berantakan, kenapa semuanya harus seperti ini? Kenapa ia tak bisa mengalah?
Alasannya sederhana. Istrinya selalu sedih ketika mencoba bertemu dengan ibunya, dan ia tak tahan melihatnya. Episode-episode saat ia sabar menghadapi semuanya telah lama berlalu, kini tinggal istrinya yang masih mau gigih berusaha tanpa ada ia disampingnya, hingga akhirnya ia juga lelah melihat satu-satunya perempuan yang dicintainya terus terluka. Ia mulai merutuki pertemuan-pertemuan itu. Mulai melarangnya... tanpa menyadari luka yang ditorehkan kian dalam.
"Plak..." sebuah pukulan kembali menyadarkannya pada saat ini. "Pergi...pergi," aku tak mau melihatmu lagi.
Dengan langkah tersendat ia berjalan ke mobil menuju tempat yang dulu tak ia kira akan disinggahinya lagi. Rumah yang menjadi mimpi buruknya bertahun-tahun ini. Ia harus menyelesaikan apa yang dulu pernah tertunda dan ternyata telah merenggut orang yang palng dikasihinya.
"Tok..tok," ketuknya sambil menyadari tak ada yang jauh berubah dari rumah itu dari kunjungannya terkahir kali.
"Kau...," sebuah wajah dengan ekspresi terkejut menyapa di pintu. Kesunyian itu tak berlangsung lama. Raut terkejut dengan segera berubah menjadi amarah.
"Mau apa kau datang ke sini. Setelah membuatnya memberontak dan merenggut nyawanya, berani-beraninya kau datang ke sini...." lanjutnya dengan nada tinggi.
Ingatan malam itu datang tanpa bisa ia cegah. Pertengkaran karena dia hendak bertemu dengan orangtuanya yang tak pernah menyetujui hubungan mereka. Sikapnya yang kala itu tegas menyatakan larangan, kemudian kecelakaan yang dia alami. Kepingan-kepingan ingatan itu lebih menyakitkan dari kata-kata tajam yang kulihat dari wajah ibunya. Betapa keduanya bisa begitu mirip ketika marah. Membiarkan kesadaran itu menerpa saja telah membuatnya merasa hancur berantakan, kenapa semuanya harus seperti ini? Kenapa ia tak bisa mengalah?
Alasannya sederhana. Istrinya selalu sedih ketika mencoba bertemu dengan ibunya, dan ia tak tahan melihatnya. Episode-episode saat ia sabar menghadapi semuanya telah lama berlalu, kini tinggal istrinya yang masih mau gigih berusaha tanpa ada ia disampingnya, hingga akhirnya ia juga lelah melihat satu-satunya perempuan yang dicintainya terus terluka. Ia mulai merutuki pertemuan-pertemuan itu. Mulai melarangnya... tanpa menyadari luka yang ditorehkan kian dalam.
"Plak..." sebuah pukulan kembali menyadarkannya pada saat ini. "Pergi...pergi," aku tak mau melihatmu lagi.
Wednesday, October 22, 2008
Senja
Jingga perlahan menelan langkahnya. Sore itu ia sudahi dengan enggan. Menatap jalan untuk terakhir kalinya dan setelah yakin tak ada bayangan datang, ia beranjak pulang. Begitu terus tiap petang. Mempertahankan harapan yang kini perlahan menjadi kebiasaan. Orang lalu lalang abai dari pandangan. Bukan mereka yang ia cari, meski belakangan pandangannya lebih banyak menerawang.
Ia dan dia. Dulu tak ada waktu yang dilewatkan tanpa bercengkrama bersama. Bukan lewat pegangan tangan layaknya muda mudi zaman sekarang, tapi hanya lewat tatapan. Perbincangan hening yang membuat saat-saat bersama berlalu tanpa terasa. Namun perkelahian senja itu menyudahi semuanya. Menghabiskan segala tawa yang pernah dibangun bersama. Adakalanya ia berharap dapat mengubah beberapa detik dari momen itu, namun dikala lain, ia memang merasa begitulah takdir menggariskan kisah hidupnya. Tanpa pernah ia tahu mengapa apa yang sebenarnya terjadi pada detik-detik yang kini menjadi selamanya.
Tanpa terasa ia berjalan melewati tempat-tempat mereka menghabiskan senja. Sejuta kenangan menyergap membawa sensasi akrab yang begitu dikenalnya. Mungkinkah dia merasakan hal yang sama? Dengan segera pikiran itu ditepisnya. Mungkin bukan dia yang benar-benar dicarinya, melainkan perasaan akrab yang dirindukannya: saat segala terasa mudah.
Sebuah tangan kecil perlahan membuyarkan lamunannya. "Pa, ayo pulang," ujar sebuah suara sambil mengaitkan jari-jarinya pada tangan ayahnya. "Ayo, nak." Ia masih berharap melihat sosok bayang istrinya yang meninggal di hari perkelahian mereka. Ingin rasanya ia meneriakan pada dunia, ia menyesal. Menebus semua kemarahan pada hari itu dengan melakukan segala hal yang membuat dia senang. Tapi kini semuanya terlambat.
Perlahan dilihat wajah gadis mungilnya yang mau memasuki sekolah dasar. Bayangan yang dicari-carinya terpatri diwajah putri mungilnya... Semoga aku belum terlambat.
Ia dan dia. Dulu tak ada waktu yang dilewatkan tanpa bercengkrama bersama. Bukan lewat pegangan tangan layaknya muda mudi zaman sekarang, tapi hanya lewat tatapan. Perbincangan hening yang membuat saat-saat bersama berlalu tanpa terasa. Namun perkelahian senja itu menyudahi semuanya. Menghabiskan segala tawa yang pernah dibangun bersama. Adakalanya ia berharap dapat mengubah beberapa detik dari momen itu, namun dikala lain, ia memang merasa begitulah takdir menggariskan kisah hidupnya. Tanpa pernah ia tahu mengapa apa yang sebenarnya terjadi pada detik-detik yang kini menjadi selamanya.
Tanpa terasa ia berjalan melewati tempat-tempat mereka menghabiskan senja. Sejuta kenangan menyergap membawa sensasi akrab yang begitu dikenalnya. Mungkinkah dia merasakan hal yang sama? Dengan segera pikiran itu ditepisnya. Mungkin bukan dia yang benar-benar dicarinya, melainkan perasaan akrab yang dirindukannya: saat segala terasa mudah.
Sebuah tangan kecil perlahan membuyarkan lamunannya. "Pa, ayo pulang," ujar sebuah suara sambil mengaitkan jari-jarinya pada tangan ayahnya. "Ayo, nak." Ia masih berharap melihat sosok bayang istrinya yang meninggal di hari perkelahian mereka. Ingin rasanya ia meneriakan pada dunia, ia menyesal. Menebus semua kemarahan pada hari itu dengan melakukan segala hal yang membuat dia senang. Tapi kini semuanya terlambat.
Perlahan dilihat wajah gadis mungilnya yang mau memasuki sekolah dasar. Bayangan yang dicari-carinya terpatri diwajah putri mungilnya... Semoga aku belum terlambat.
Monday, October 20, 2008
Order
Pijak... kata... biner
Anima/animus
atau
antara
Ketika semua berada dalam ketidakpastian
Pertentangan yang tak pernah sampai ketimbangan
Meninggalkan pendulum atau menantinya
terus dan terus
Menunggu
Berharap
Meski ketidakpastian datang hinggap
dan tahu ketidakpastian dan ketidakpastian tidak melahirkan kepastian
Anima/animus
atau
antara
Ketika semua berada dalam ketidakpastian
Pertentangan yang tak pernah sampai ketimbangan
Meninggalkan pendulum atau menantinya
terus dan terus
Menunggu
Berharap
Meski ketidakpastian datang hinggap
dan tahu ketidakpastian dan ketidakpastian tidak melahirkan kepastian
Thursday, October 09, 2008
Ketika Terpesona...
Adakalanya semua yang dilakukannya terasa sempurna. Seolah kau adalah segalanya. Namun di kala lain, perhatian itu menguap begitu saja. Tanpa bersalah atau pikiran akan ada yang terluka. Sementara ada yang menawarkan biasa. Kesediaan mendukung tanpa syarat dan juga tanpa kejutan yang akan membuatmu bagai seorang raja. Kadang kau akan merasa semua berlalu tanpa makna, namun saat dunia seolah berbalik kejam padamu, kau akan yakin bahwa ia akan senantiasa ada disampingmu untuk mendukung dan menyatakan bahwa kau tak pernah sendirian.
Bagaimana mungkin kau bisa begitu buta? Terpesona pada kilau sekejap yang hanya menawarkan kebahagiaan fana. Berharap akan keajaiban bahwa sekejap itu akan berubah menjadi selamanya. Tapi memang, pikiran tak selamanya mudah diajak kerjasama. Diperlukan usaha keras yang kadang menyakitkan untuk dapat menerima kenyataan dan kemudian belajar untuk tak lagi bergantung pada ketidakpastian.
Maaf kalau aku harus berhenti mempercayaimu... Ini hanya sebuah algoritma rasional atas dirimu, sebuah negasi atas semua kata-katamu padaku. Bukankah itu yang kau ajarkan padaku, agar aku belajar membaca, dan sekarang aku sedang membaca dirimu...
Bagaimana mungkin kau bisa begitu buta? Terpesona pada kilau sekejap yang hanya menawarkan kebahagiaan fana. Berharap akan keajaiban bahwa sekejap itu akan berubah menjadi selamanya. Tapi memang, pikiran tak selamanya mudah diajak kerjasama. Diperlukan usaha keras yang kadang menyakitkan untuk dapat menerima kenyataan dan kemudian belajar untuk tak lagi bergantung pada ketidakpastian.
Maaf kalau aku harus berhenti mempercayaimu... Ini hanya sebuah algoritma rasional atas dirimu, sebuah negasi atas semua kata-katamu padaku. Bukankah itu yang kau ajarkan padaku, agar aku belajar membaca, dan sekarang aku sedang membaca dirimu...
Thursday, September 25, 2008
Wednesday, September 10, 2008
Hitam
Kelam sekali duniamu.
Benarkah? Aku hanya mencoba untuk tak terluka.
Tapi apa yang kau katakan berbeda dengan perbuatanmu. Kau tak pernah peduli dengan acuhmu yang kadang membuat orang yang baru mengenalmu enggan. Kenapa kau mencoba meyakinkan orang lain bahwa dunia ini kejam, sedangkan kau menjalani hidupmu dengan senyuman.
Jadi apa yang kau harapkan dariku?
Aku tak tahu. Aku bahkan mengira melihat diriku dalam dirimu, karena itulah kadang aku harus memaksakan diri untuk tangguh.
Karena tahu kau tak bisa mengandalkanku?
Bukan... bukan dalam artian negatif. Aku jadi lebih mengenal lemah diriku dan belajar banyak dari hal itu.
Lalu kenapa kini kau terluka?
Ternyata sikapku telah membuat seseorang membenciku. Aku berharap bisa lebih tangguh dan memperbaiki sikapku, tapi mengetahuai apa yang terjadi membuatku sedih.
Sudahlah, lupakan saja. Kalau memang tak berhasil, kenapa harus dipertahankan. Bukankah itu hanya membuat kalian berdua terluka?
Lihat... dari siapa aku mendengar kata-kata itu...
Ah kau, bahkan di saat sedih bisa-bisanya kau bercanda seperti itu...
Aku hanya mencoba mencari sesuatu yang salah. Aku tak peduli jika apa yang kulakukan itu membuat banyak orang terusik, tapi rasanya akan berbeda jika itu datang dari seseorang yang dekat denganmu.
Seperti aku?
Ya, seperti kau. Kadang kau membuatku kesal setengah mati.
Tapi aku tak pernah bohong padamu.
Aku tahu, karena itu aku juga tak pernah benar-benar membencimu meski sikapku kadang acuh. Aku belajar untuk mengerti dan bukan kesempurnaan yang membuat sebuah hubungan berhasil tapi keinginan untuk belajar memahami.
Benarkah? Aku hanya mencoba untuk tak terluka.
Tapi apa yang kau katakan berbeda dengan perbuatanmu. Kau tak pernah peduli dengan acuhmu yang kadang membuat orang yang baru mengenalmu enggan. Kenapa kau mencoba meyakinkan orang lain bahwa dunia ini kejam, sedangkan kau menjalani hidupmu dengan senyuman.
Jadi apa yang kau harapkan dariku?
Aku tak tahu. Aku bahkan mengira melihat diriku dalam dirimu, karena itulah kadang aku harus memaksakan diri untuk tangguh.
Karena tahu kau tak bisa mengandalkanku?
Bukan... bukan dalam artian negatif. Aku jadi lebih mengenal lemah diriku dan belajar banyak dari hal itu.
Lalu kenapa kini kau terluka?
Ternyata sikapku telah membuat seseorang membenciku. Aku berharap bisa lebih tangguh dan memperbaiki sikapku, tapi mengetahuai apa yang terjadi membuatku sedih.
Sudahlah, lupakan saja. Kalau memang tak berhasil, kenapa harus dipertahankan. Bukankah itu hanya membuat kalian berdua terluka?
Lihat... dari siapa aku mendengar kata-kata itu...
Ah kau, bahkan di saat sedih bisa-bisanya kau bercanda seperti itu...
Aku hanya mencoba mencari sesuatu yang salah. Aku tak peduli jika apa yang kulakukan itu membuat banyak orang terusik, tapi rasanya akan berbeda jika itu datang dari seseorang yang dekat denganmu.
Seperti aku?
Ya, seperti kau. Kadang kau membuatku kesal setengah mati.
Tapi aku tak pernah bohong padamu.
Aku tahu, karena itu aku juga tak pernah benar-benar membencimu meski sikapku kadang acuh. Aku belajar untuk mengerti dan bukan kesempurnaan yang membuat sebuah hubungan berhasil tapi keinginan untuk belajar memahami.
Tuesday, August 26, 2008
Sedih
Jangan sedih... jangan sedih... jangan sedih...
Maaf, aku egois
Kau berhak sedih
Tapi sedihmu membuatku ingin menangis
Maaf, aku egois
Kau berhak sedih
Tapi sedihmu membuatku ingin menangis
Monday, August 25, 2008
Pada Suatu Dimensi
Lama tak bersua
Aku, ruang, waktu dan kau
Adakah yang hilang?
Adakah rentang membuatmu ubah?
Aku, ruang, waktu dan kau
Adakah yang hilang?
Adakah rentang membuatmu ubah?
Monday, August 04, 2008
Berubah
Adakah yang berubah? Blogspot ke Multiply, Bandung ke Jakarta, kampus ke birokrasi... Adakah hal itu juga menggerus sesuatu? Masih ada begitu banyak rindu. Masih ada begitu banyak tak biasa. Tak tahu kapan akan nyaman. Tak tahu juga akan kemana. Tapi jalani saja. Membiarkan semuanya seperti apa adanya. Irisan-irisan kehidupan yang mempertemukan aku dengan beragam rupa wajah dan polah. Tradisi yang kadang membuat terhenyak dan juga jengah. Ah, aku belajar banyak hingga kadang aku berpikir haruskah semua ini dilalui? Haruskah semua harus diawali lagi?
Kau takkan mengenal manis jika tak pernah merasakan pahit. Bagaimana mungkin kau dapat merasa senang jika hidupmu hanya mengetahui bagian yang itu-itu saja. Adapula yang bilang, gelap bukanlah lawan dari terang, tapi ketiadaan cahaya. Spektrumnya satu saja. Seperti putih yang ketika bertemu prisma akan mewujud dalam berbagai rupa warna. Putih itu mungkin serupa hidup yang mewujud ketika tertumbuk realita.
Kau takkan mengenal manis jika tak pernah merasakan pahit. Bagaimana mungkin kau dapat merasa senang jika hidupmu hanya mengetahui bagian yang itu-itu saja. Adapula yang bilang, gelap bukanlah lawan dari terang, tapi ketiadaan cahaya. Spektrumnya satu saja. Seperti putih yang ketika bertemu prisma akan mewujud dalam berbagai rupa warna. Putih itu mungkin serupa hidup yang mewujud ketika tertumbuk realita.
Friday, July 04, 2008
Oh, Faust!
Lagi pengen belajar, tapi enaknya belajar apa ya? Yang seru, rumit dan menyenangkan untuk di oprek. Kayanya aku mau mulai belajar program, setelah meninggalkan ilmu itu sekitar 5 tahun. Dan artinya aku harus mulai nyari buku dummies, hehe
Friday, June 20, 2008
Ketika Chaos Merindukan Order
Tak mengapa jika kau mau diam saja. Bagaimana kau menjalani hidup itu pilihanmu bukan? Aku takkan menuntut apa yang bukan inginmu. Tapi dengan semua yang telah kau lakukan, kenapa tiba-tiba kau berubah? Kau mengacaukan sebuah algoritma yang telah kususun dalam kepalaku atas nama dirimu. Kebiasaanmu, gayamu menghadapiku, semuanya. Apakah kau baik-baik saja? Apa aku telah berbuat salah padamu? Diammu membuatku tak menentu.
Kau tak berharap aku bisa membaca pikiranmu bukan? Memasuki area bahasa yang tak kupahami. Membuka lapisan yang sudah dikotakhitamkan. Aku tak bisa. Aku berharap bisa, tapi tetap tak bisa. Mungkin aku belum memahamimu. Algoritma yang kususun atasmu belum utuh. Induksi prematur terburu-buru. Karena itu aku akan menambahkan sebuah fungsi lain atas gambaranku atas dirimu. Diam. Ketika kau menutup penjelasan atas pertanyaanku dan membiarkan aku menebak-nebak apa yang ada dalam pikirmu.
Baiklah...
Kau tak berharap aku bisa membaca pikiranmu bukan? Memasuki area bahasa yang tak kupahami. Membuka lapisan yang sudah dikotakhitamkan. Aku tak bisa. Aku berharap bisa, tapi tetap tak bisa. Mungkin aku belum memahamimu. Algoritma yang kususun atasmu belum utuh. Induksi prematur terburu-buru. Karena itu aku akan menambahkan sebuah fungsi lain atas gambaranku atas dirimu. Diam. Ketika kau menutup penjelasan atas pertanyaanku dan membiarkan aku menebak-nebak apa yang ada dalam pikirmu.
Baiklah...
Sunday, June 08, 2008
Sunday, May 18, 2008
Perbincangan Para Semut
Semut1: Pernahkah Anda membayangkan kehidupan para semut?
Semut2: Kehidupan algoritmis, dimana tiap orang memiliki peran yang telah diinskripsikan dalam kepala masing-masing?
Semut1: Bukan... tapi kehidupan dimana para individunya kritis, dan senantiasa mencoba melihat bagaimana sesuatu dikonstruksikan.
Semut2: Kehidupan yang akan menerima pandangan homo, euthanasia, perbedaan ras, gender, dan agama atas nama konstruksi sosial yang membangunnya? Kau benar-benar terdengar seperti seorang relativist!
Semut1: ...
Semut2: Apa yang hendak kau utarakan? Sebuah kebenaran universal dengan ANT sebagai ontologi yang melandasinya? Wow! Kau mulai terdengar seperti sedang khutbah...
Semut1: Kerajaan semut memang masih memiliki banyak pekerjaan rumah, tapi kerajaan ini sudah lebih berhasil menjawab beberapa permasalahan modernitas yang belum mampu dijawab kerajaan Sisdin.
Semut2: Dan sekarang aku seperti mendengar seorang strukturalist..
Semut1: Hey, kenapa kau selalu menyerangku. Lalu apa yang kau tawarkan? Pendekatan deduktif, narasi-narasi besar yang sejak dulu dikiritisi oleh para semut? Sejarah umat manusia telah mengalami berbagai macam evolusi birokrasi.
Liberalis, sosialis, dan berbagai variansi diantaranya. Pemungutan pajak yang tinggi agar dapat mensubsidi transportasi masal, di sisi lain, pembukaan kesempataan besar-besaran bagi semua perusahaan multi-nasional dengan mengabaikan semua sekat negara. Adil atau tidak? Apa yang akan kau rujuk ketika membicarakan keadilan? Bahwa ada suatu negara yang tak memiliki akses ke pendidikan tak dapat bekerja di negara lain, sementara negara lain tersebut bisa seenaknya mengambil sumber alam di negara kita? Dan apa yang akan kau tawarkan, sebuah penjelasan ala konstruktivist? Dimana nilai?
Semut2: Aku lebih senang mempertanyakan nilai menurut siapa... Kita hidup dalam masyarakat heterogen. Menuntut persamaan pendapatan dengan effort yang tak sama juga merupakan ketaksetaraan. Isu ini muncul ketika muncul kontroversi mengenai hak-hak khusus orang cacat, perempuan, orang-orang dari dunia ketiga. Apakah pemberian hak khusus ini merupakan bagian dari keseteraan atau justru sebaliknya?
Semut1: Kau belum menjawab pertanyaanku. Dimana letak nilai, bagaimana nilai bisa disepakati. Mungkinkah ada bentuk komunitas yang disepakati oleh tiap orang di dunia ini? Apakah komunitas itu akan memperhatikan unsur lingkungan? Bagaimana peran instrumen/infrastruktur dalam mempertahankan bentuk komunitas itu?
Semut2: Kau mengajukan pertanyaan yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Kenapa seseorang harus mencoba larangan ketika ia memiliki semua yang dibutuhkannya. Tapi kemudian pertanyaan itu terjawab dengan sendirinya, keberadaan apel pengetahuan yang merupakan bayangan dari rasa ingin tahu manusia dan itulah makna kehadirannya.
Semut1: Karena manusia memiliki dasar-dasar tertentu yang tak lekang oleh zaman?
Semut2: Tepat sekali. Karena itu manusia dibekali Kitab Pengetahuan yang dengan hal itu mereka bisa selamat.
Semut1: Dengan kata lain, kau percaya hal-hal beyond pencarian manusia?
Semut2: ... Pada akhirnya ya. Seperti permainan dadu. Diantara 'penjara' fisik dimanakah letak Tuhan? Penjara fisik yang aku maksudkan seperti nikotin yang masuk dalam tubuh dan mempengaruhi mekanisme tubuhmu. Ada orang yang mati karena racun itu, tapi ada juga yang bertahan. Begitu pula dadu yang dipengaruhi realitas fisik memiliki 6 sisi, sebanyak apapun kau berdoa, mustahil kau mendapatkan angka tujuh pada salah satu sisinya. Pada saat yang sama, kau juga tak bisa memastikan sisi mana yang akan kau peroleh. Disanalah letak takdir, atau Tuhan kalau kau mau menyebutnya demikian.
Semut1: Lalu bagaimana kau mau menjelaskan konsepmu ini dengan kerajaan semut? Apakah kau mau menjelaskan konsep ideal tertentu, atau kau hanya akan membongkar semua tatanan yang ada?
Semut2: Aku lagi mencari... dan karena itu belakangan ini aku meninggalkan kerajaan semut. Aku menggali lagi para pemikir yang membahas keadilan, demokrasi, ekonomi. Karena itu diawal aku menanyakan pendapatmu tentang hal-hal yang secara umum dianggap tabu. Bagaimana kerajaan semut menjawab kontroversi itu. Pada akhirnya aku memilih untuk membuat stratifikasi.
Semut1: Seperti maqam?
Semut2: Iya, tapi aku lebih memilih istilah field dimana tiap lapisnya memiliki transformasi hingga ada sebuah benang merah dalam menjelaskan manusia.
Semut1: Aku sudah mempernah membaca pendekatan serupa dalam pemikiran Amartya Sen. Apakah kau sudah sampai pada tahap operasionalisasinya?
Semut2: Just wait and see, I will make you surprise...
Semut2: Kehidupan algoritmis, dimana tiap orang memiliki peran yang telah diinskripsikan dalam kepala masing-masing?
Semut1: Bukan... tapi kehidupan dimana para individunya kritis, dan senantiasa mencoba melihat bagaimana sesuatu dikonstruksikan.
Semut2: Kehidupan yang akan menerima pandangan homo, euthanasia, perbedaan ras, gender, dan agama atas nama konstruksi sosial yang membangunnya? Kau benar-benar terdengar seperti seorang relativist!
Semut1: ...
Semut2: Apa yang hendak kau utarakan? Sebuah kebenaran universal dengan ANT sebagai ontologi yang melandasinya? Wow! Kau mulai terdengar seperti sedang khutbah...
Semut1: Kerajaan semut memang masih memiliki banyak pekerjaan rumah, tapi kerajaan ini sudah lebih berhasil menjawab beberapa permasalahan modernitas yang belum mampu dijawab kerajaan Sisdin.
Semut2: Dan sekarang aku seperti mendengar seorang strukturalist..
Semut1: Hey, kenapa kau selalu menyerangku. Lalu apa yang kau tawarkan? Pendekatan deduktif, narasi-narasi besar yang sejak dulu dikiritisi oleh para semut? Sejarah umat manusia telah mengalami berbagai macam evolusi birokrasi.
Liberalis, sosialis, dan berbagai variansi diantaranya. Pemungutan pajak yang tinggi agar dapat mensubsidi transportasi masal, di sisi lain, pembukaan kesempataan besar-besaran bagi semua perusahaan multi-nasional dengan mengabaikan semua sekat negara. Adil atau tidak? Apa yang akan kau rujuk ketika membicarakan keadilan? Bahwa ada suatu negara yang tak memiliki akses ke pendidikan tak dapat bekerja di negara lain, sementara negara lain tersebut bisa seenaknya mengambil sumber alam di negara kita? Dan apa yang akan kau tawarkan, sebuah penjelasan ala konstruktivist? Dimana nilai?
Semut2: Aku lebih senang mempertanyakan nilai menurut siapa... Kita hidup dalam masyarakat heterogen. Menuntut persamaan pendapatan dengan effort yang tak sama juga merupakan ketaksetaraan. Isu ini muncul ketika muncul kontroversi mengenai hak-hak khusus orang cacat, perempuan, orang-orang dari dunia ketiga. Apakah pemberian hak khusus ini merupakan bagian dari keseteraan atau justru sebaliknya?
Semut1: Kau belum menjawab pertanyaanku. Dimana letak nilai, bagaimana nilai bisa disepakati. Mungkinkah ada bentuk komunitas yang disepakati oleh tiap orang di dunia ini? Apakah komunitas itu akan memperhatikan unsur lingkungan? Bagaimana peran instrumen/infrastruktur dalam mempertahankan bentuk komunitas itu?
Semut2: Kau mengajukan pertanyaan yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Kenapa seseorang harus mencoba larangan ketika ia memiliki semua yang dibutuhkannya. Tapi kemudian pertanyaan itu terjawab dengan sendirinya, keberadaan apel pengetahuan yang merupakan bayangan dari rasa ingin tahu manusia dan itulah makna kehadirannya.
Semut1: Karena manusia memiliki dasar-dasar tertentu yang tak lekang oleh zaman?
Semut2: Tepat sekali. Karena itu manusia dibekali Kitab Pengetahuan yang dengan hal itu mereka bisa selamat.
Semut1: Dengan kata lain, kau percaya hal-hal beyond pencarian manusia?
Semut2: ... Pada akhirnya ya. Seperti permainan dadu. Diantara 'penjara' fisik dimanakah letak Tuhan? Penjara fisik yang aku maksudkan seperti nikotin yang masuk dalam tubuh dan mempengaruhi mekanisme tubuhmu. Ada orang yang mati karena racun itu, tapi ada juga yang bertahan. Begitu pula dadu yang dipengaruhi realitas fisik memiliki 6 sisi, sebanyak apapun kau berdoa, mustahil kau mendapatkan angka tujuh pada salah satu sisinya. Pada saat yang sama, kau juga tak bisa memastikan sisi mana yang akan kau peroleh. Disanalah letak takdir, atau Tuhan kalau kau mau menyebutnya demikian.
Semut1: Lalu bagaimana kau mau menjelaskan konsepmu ini dengan kerajaan semut? Apakah kau mau menjelaskan konsep ideal tertentu, atau kau hanya akan membongkar semua tatanan yang ada?
Semut2: Aku lagi mencari... dan karena itu belakangan ini aku meninggalkan kerajaan semut. Aku menggali lagi para pemikir yang membahas keadilan, demokrasi, ekonomi. Karena itu diawal aku menanyakan pendapatmu tentang hal-hal yang secara umum dianggap tabu. Bagaimana kerajaan semut menjawab kontroversi itu. Pada akhirnya aku memilih untuk membuat stratifikasi.
Semut1: Seperti maqam?
Semut2: Iya, tapi aku lebih memilih istilah field dimana tiap lapisnya memiliki transformasi hingga ada sebuah benang merah dalam menjelaskan manusia.
Semut1: Aku sudah mempernah membaca pendekatan serupa dalam pemikiran Amartya Sen. Apakah kau sudah sampai pada tahap operasionalisasinya?
Semut2: Just wait and see, I will make you surprise...
Thursday, May 08, 2008
Waiting
Hah, I'm really bad at waiting. Should I just send him an email to express my curiosity, or rather wait until the last minute? Uuurgh, I think I will choose the second one, although it make my head stick on that problem while I have work to be finished. Moreover some letter I sent recently hasn't been replied also. So my flowing-life became a little bit mes up because everything I do, doesn't run as I expected.
Where does everyone goes? Huahaha, this kind of situation forced me to do things I'm not use to such as thinking seriously about my future and how to reach it. Well, there always a first time for everything, right?
Where does everyone goes? Huahaha, this kind of situation forced me to do things I'm not use to such as thinking seriously about my future and how to reach it. Well, there always a first time for everything, right?
Tuesday, May 06, 2008
Rainy Day
It's raining. Glad I've been at home right now and have a leisured time to write down ideas that cross in my mind. A little bit tired and sleepy also... hmm... maybe it is better for me to turn of the computer right now... Bunch of ideas will have to wait until tomorrow when I have an energy to write it down clearly...
Wednesday, April 30, 2008
Ekonomi
Aku lagi belajar ekonomi. Makro, mikro dan meso. Mencoba menghindari mainstream, menemukan beberapa paper menarik, dan otakku mulai kembali keriting karena bertemu dengan beberapa persamaan diferensial serta grafik supply-demand. Kalau mau serius, papernya harus mulai aku print dan mencoba menurunkan persamaannya sendiri. Hmm... ekonomi memang tampaknya menjadi jalan tengah antara S1 dan S2-ku, meski dulu aku sempat membenci ekonomi setengah mati. Karena pandangan ekonomi kuanggap memiliki porsi besar dalam kekacauan negara saat ini.
Kajian yang menarik adalah pendekatan liberal market economies vs coordinated market economies. Pendekatan pertama digunakan oleh negara-negara US, Canada, Australia, Ireland, UK, NZ, sedangkan yang kedua oleh mayoritas negara-negara kontinental dan Jepang. Apakah pendekatan ini juga terkait dengan geneologi penyebaran manusia Anglo-Saxon dan Rhineland? Hmm... I'm starting sound like Strauss. Dengan melihat sejarah Indonesia, mungkin ada tahap-tahap transisi yang menarik, yaitu dari dominasi Belanda ke Amerika dalam kajian postkolonial. Transisi ini juga dapat ditelusuri di perguruan tinggi dan sekolah formal yang sempat mengalami perubahan dari gaya Belanda dengan pendekatan holistik menjadi Amerika dengan sistem soal-jawab. Begitupula melalui program Kentucky (atau Texas ya, jembatan keledai di kepalaku hanya nama restoran cepat saji:D). Bagaimana sistem pasar yang cocok untuk Indonesia secara kultural? Nah, sekarang aku mulai terjebak golongan strukturalis. Aaaargh!
Entry point lain menggunakan pendekatan Michel Callon and the gank: Muniesa, orang Turki (I forget his name), Law yang mencoba menggagas konsep market dengan pendekatan network dan negosiasi. Konsepnya masih fluid, terakhir aku baca masih dalam draft 60 halaman yang seperempat bagiannya berisi daftar references-nya. Fyyuh, agak lelah juga membacanya...
NB: tampaknya aku harus mencari hobi lain selain download-print-baca-paper
Kajian yang menarik adalah pendekatan liberal market economies vs coordinated market economies. Pendekatan pertama digunakan oleh negara-negara US, Canada, Australia, Ireland, UK, NZ, sedangkan yang kedua oleh mayoritas negara-negara kontinental dan Jepang. Apakah pendekatan ini juga terkait dengan geneologi penyebaran manusia Anglo-Saxon dan Rhineland? Hmm... I'm starting sound like Strauss. Dengan melihat sejarah Indonesia, mungkin ada tahap-tahap transisi yang menarik, yaitu dari dominasi Belanda ke Amerika dalam kajian postkolonial. Transisi ini juga dapat ditelusuri di perguruan tinggi dan sekolah formal yang sempat mengalami perubahan dari gaya Belanda dengan pendekatan holistik menjadi Amerika dengan sistem soal-jawab. Begitupula melalui program Kentucky (atau Texas ya, jembatan keledai di kepalaku hanya nama restoran cepat saji:D). Bagaimana sistem pasar yang cocok untuk Indonesia secara kultural? Nah, sekarang aku mulai terjebak golongan strukturalis. Aaaargh!
Entry point lain menggunakan pendekatan Michel Callon and the gank: Muniesa, orang Turki (I forget his name), Law yang mencoba menggagas konsep market dengan pendekatan network dan negosiasi. Konsepnya masih fluid, terakhir aku baca masih dalam draft 60 halaman yang seperempat bagiannya berisi daftar references-nya. Fyyuh, agak lelah juga membacanya...
NB: tampaknya aku harus mencari hobi lain selain download-print-baca-paper
Sunday, April 20, 2008
Math, Social & Me
It's been quite long since my last excitement. Most of all because I've got a partner to share my ideas, and as a bonus I got a really cool paper. Huahaha, such a weird way to make me happy. Anyway, the paper talk about a weighted social network. I haven't finished it yet, because the adobe problem. From the abstract, I think I've found the missing link that I've been looking at recently, although I have to be aware to the grand-theory thing in the way I elaborate things. I like see everything being explained in such a manner.
Wednesday, April 16, 2008
Demiurge
Kau mengerti bukan?
Izinkan aku untuk tidak. Biarkan bayangan tak setia untuk kali ini saja.
Apalagi yang kau harapkan, bahwa dunia akan berbalik untukmu? Menghapus jejak-jejak yang telah terlukis di pasir, dan membeku pada suatu waktu tertentu? Kau tak bisa. Kau tak punya kuasa untuk itu.
Aku akan mencoba.
Sudahlah. Aku tak akan memaksakan sesuatu yang bukan kamu. Aku mengerti, dan kuharap kaupun begitu.
Izinkan aku untuk tidak. Biarkan bayangan tak setia untuk kali ini saja.
Apalagi yang kau harapkan, bahwa dunia akan berbalik untukmu? Menghapus jejak-jejak yang telah terlukis di pasir, dan membeku pada suatu waktu tertentu? Kau tak bisa. Kau tak punya kuasa untuk itu.
Aku akan mencoba.
Sudahlah. Aku tak akan memaksakan sesuatu yang bukan kamu. Aku mengerti, dan kuharap kaupun begitu.
Monday, March 31, 2008
Thursday, March 20, 2008
Network Analysis
Mau ngomong di MP tapi malu karena ada Master Network :D
Entry pointku relatif berbeda dengan penelitian jaringan yang dilakukan oleh Watts dkk: teori jaringan aktor. Alih-alih berangkat dari statistik, analisa dalam ANT dimulai dari pemaknaan. Jadi pertanyaan mengenai bagaimana seseorang dapat memanfaatkan jaringan yang dimilikinya akan relatif lebih mudah dijawab daripada dengan menggunakan Six Degrees of separation. Pendekatan ANT akan sedikit bermasalah ketika berhadapan dengan big numbers, karena penelusuran yang dilakukan pada umumnya melibatkan aktor yang terbatas. Exit strategynya adalah dengan menggunakan fraktal, yaitu menemukan elemen-elemen generik dalam sebuah jaringan, kemudian mengekstrapolasikan pola tersebut dalam jaringan yang lebih besar.
Landasan seperti apa yang dibutuhkan agar multiplikasi tersebut dapat berhasil?
Entry pointku relatif berbeda dengan penelitian jaringan yang dilakukan oleh Watts dkk: teori jaringan aktor. Alih-alih berangkat dari statistik, analisa dalam ANT dimulai dari pemaknaan. Jadi pertanyaan mengenai bagaimana seseorang dapat memanfaatkan jaringan yang dimilikinya akan relatif lebih mudah dijawab daripada dengan menggunakan Six Degrees of separation. Pendekatan ANT akan sedikit bermasalah ketika berhadapan dengan big numbers, karena penelusuran yang dilakukan pada umumnya melibatkan aktor yang terbatas. Exit strategynya adalah dengan menggunakan fraktal, yaitu menemukan elemen-elemen generik dalam sebuah jaringan, kemudian mengekstrapolasikan pola tersebut dalam jaringan yang lebih besar.
Landasan seperti apa yang dibutuhkan agar multiplikasi tersebut dapat berhasil?
Tuesday, March 18, 2008
Cinta
Seperti air...
Ketika kau menggenggamnya terlalu erat, kau hanya akan kehilangan
Berikan ruang, maka ia akan mengisi ruang tersebut
Ketika kau menggenggamnya terlalu erat, kau hanya akan kehilangan
Berikan ruang, maka ia akan mengisi ruang tersebut
Thursday, March 13, 2008
Akhirnya...
Dapat juga penjelasan. Fyuh, malu bertanya memang bikin sakit perut, huahaha. Ternyata aku lebih suka mengetahui sesuatu meski itu pahit daripada berada dalam kondisi ngga jelas, dan toh aku tetap bisa belajar sesuatu. Huaaaaa... my pathetic english, ternyata akut berat. Jadi makin salut ama EF yang betah bacain tulisanku berlembar-lembar dan menjawab pertanyaan-pertanyaanku, bahkan untuk yang aneh, nyleneh, dan kadang nyebelin. Two thumbs up!
Jadi enaknya belajar bahasa Inggris dimana ya?
Jadi enaknya belajar bahasa Inggris dimana ya?
Wednesday, March 12, 2008
Parameter Cinta
Gara-gara baca tulisan Ika disini nih...
Mungkinkah cinta dapat dikalkulasi? Lebih jauh lagi, parameter apa yang diperlukan untuk memvalidasi bahwa seseorang tengah jatuh cinta? Bisakah parameter ini berlaku timbal balik, if and only if, atau hanya dapat dimengerti ketika terjadi? Tanpa aba-aba, tanpa persiapan, hanya begitu saja. Pemahaman yang hanya dimengerti ketika bertemu dengan orang yang tepat, bahkan ketika hal itu bertentangan dengan akal sehat.
Bagiku cinta itu satu paket dengan misteri. Kompleks. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dari unsur-unsur penyusunnya karena hanya akan memerangkapnya dalam reduksionis akut. Bahkan ketika zat-zat kimia itu disuntikan untuk memperoleh sensasi, efeknya hanya berlangsung sekejap, dan lebih menyakitkan lagi ketika berakhir: kekosongan kelam yang dalam. Sesaat dimana kau lenyap, dan kemudian kau kembali sendirian.
Riwayat candu sendiri sudah berlangsung ribuan tahun. Setua peradaban manusia. Jamur-jamur yang dibakar, dupa, kondisi sakau, kesurupan, upacara-upacara pemujaan dan beragam sensasi untuk merasakan ekstase. Bagaiman dengan cinta? Toh, kematian tak dapat menghilangkan rasa yang pernah singgah, atau mengenyahkan semua kenangan yang pernah ada. Ada kesamaan dalam rupa, meski beda dalam kesejatian. Ah, entahlah...
Mungkinkah cinta dapat dikalkulasi? Lebih jauh lagi, parameter apa yang diperlukan untuk memvalidasi bahwa seseorang tengah jatuh cinta? Bisakah parameter ini berlaku timbal balik, if and only if, atau hanya dapat dimengerti ketika terjadi? Tanpa aba-aba, tanpa persiapan, hanya begitu saja. Pemahaman yang hanya dimengerti ketika bertemu dengan orang yang tepat, bahkan ketika hal itu bertentangan dengan akal sehat.
Bagiku cinta itu satu paket dengan misteri. Kompleks. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dari unsur-unsur penyusunnya karena hanya akan memerangkapnya dalam reduksionis akut. Bahkan ketika zat-zat kimia itu disuntikan untuk memperoleh sensasi, efeknya hanya berlangsung sekejap, dan lebih menyakitkan lagi ketika berakhir: kekosongan kelam yang dalam. Sesaat dimana kau lenyap, dan kemudian kau kembali sendirian.
Riwayat candu sendiri sudah berlangsung ribuan tahun. Setua peradaban manusia. Jamur-jamur yang dibakar, dupa, kondisi sakau, kesurupan, upacara-upacara pemujaan dan beragam sensasi untuk merasakan ekstase. Bagaiman dengan cinta? Toh, kematian tak dapat menghilangkan rasa yang pernah singgah, atau mengenyahkan semua kenangan yang pernah ada. Ada kesamaan dalam rupa, meski beda dalam kesejatian. Ah, entahlah...
Tuesday, March 11, 2008
Menunggu Jilid II
[mode bersembunyi ON]
Huaaa.... harus menunggu lagi, mules lagi, dan ini sedikit diluar kebiasaan dia yang langsung memberi kabar. Hmmph, kalau sudah begini biasanya sisi seniman mulai kreatif membuat narasi-narasi dalam kepala. Hmmph, mana temanku juga belum memberi komen pada graf terakhir. Huaaa.... kemana orang-orang?
Huaaa.... harus menunggu lagi, mules lagi, dan ini sedikit diluar kebiasaan dia yang langsung memberi kabar. Hmmph, kalau sudah begini biasanya sisi seniman mulai kreatif membuat narasi-narasi dalam kepala. Hmmph, mana temanku juga belum memberi komen pada graf terakhir. Huaaa.... kemana orang-orang?
Monday, March 03, 2008
Bawalah Kemana Hatimu Membawa...
Seharusnya kutinggalkan saja dia...
Seperti yang disarankan beberapa orang. Harus berapa orang lagi agar aku yakin, satu, dua, belasan, puluhan?
Mungkin aku hanya tak mau menanggung rasa bersalah, meski tak jelas juga bersalah karena apa. Etika, moral, sopan santun?
Kesempatan terakhir, setelah itu adios...
Seperti yang disarankan beberapa orang. Harus berapa orang lagi agar aku yakin, satu, dua, belasan, puluhan?
Mungkin aku hanya tak mau menanggung rasa bersalah, meski tak jelas juga bersalah karena apa. Etika, moral, sopan santun?
Kesempatan terakhir, setelah itu adios...
Tuesday, February 26, 2008
Ia: Vere (2)
"Kau telah membangunkan macan tidur."
"Aku tahu..."
"Kau tahu dan tetap melakukannya?" tanya Ra dengan tatapan tidak percaya.
Aku mengangguk, tak ada lagi yang bisa kulakukan selain mengangguk. Meski aku telah memperhitungkan kemungkinan ini, aku sendiri tak menyangka dampaknya akan separah ini. Tatapan mata Ra seolah hendak menegaskan kesalahan besar yang telah ia lakukan. Ah… entahlah. Saat aku mengambil keputusan itu, aku hanya melihat tantangan yang akan kuhadapi. Ternyata pilihanku telah melukai perasaannya terlalu dalam. Harusnya… harusnya… kalau dia memang sayang padaku, dia bisa menerima keputusanku.
Sebagian dari diriku mensyukuri keadaan ini. Toh, pada suatu saat keadaan ini akan mengemuka juga, tak masalah nanti atau sekarang. Aku lega karena bisa mengungkapkan apa yang kurasa, tak sekadar merelakan apa yang menjadi mimpiku demi melihat senyumnya. Disisi lain aku terluka. Pertengkaran hebat tadi malam menguras energiku terlalu banyak. Aku benci pertengkaran, lebih benci lagi karena itu aku lakukan pada orang yang kusayang.
Mungkin aku memang salah dari mula, seharusnya tak kubiarkan semuanya terjadi. Ia ingin menjadikan aku bagian dari lukisannya, tanpa pernah meminjamkan kuas. Bagaimana mungkin ia mengharap bahwa itu akan menjadi lukisanku? Tapi ia tak pernah mau tahu, ia terpesona akan warna-warna dan komposisi yang telah disapukannya. Tapi dimana aku?
“Ra, apa aku salah?”
“Kita sudah melewati sesi ini puluhan kali. Dan saat itu kau bekata bahwa kau mau menyerahkan mimpimu padanya. Andaikan kau memang bisa, maka kau telah berhasil menjadikan lukisan itu menjadi milikmu. Namun dengan heningmu, ia merasa kau telah bahagia.”
“Aku tidak pernah berkata begitu. Tiap kali aku protes, ia hanya tersenyum seolah aku becanda. Aku serius,” ujarku dengan mata berkilat-kilat marah.
“Banyak yang tidak bisa membedakan marah dan becandamu.”
“Apa yang kau harapkan, aku membanting pintu, mengatakan semuanya telah berakhir? Aku mau semuanya berhasil, tapi aku juga lelah.”
[bersambung]
"Aku tahu..."
"Kau tahu dan tetap melakukannya?" tanya Ra dengan tatapan tidak percaya.
Aku mengangguk, tak ada lagi yang bisa kulakukan selain mengangguk. Meski aku telah memperhitungkan kemungkinan ini, aku sendiri tak menyangka dampaknya akan separah ini. Tatapan mata Ra seolah hendak menegaskan kesalahan besar yang telah ia lakukan. Ah… entahlah. Saat aku mengambil keputusan itu, aku hanya melihat tantangan yang akan kuhadapi. Ternyata pilihanku telah melukai perasaannya terlalu dalam. Harusnya… harusnya… kalau dia memang sayang padaku, dia bisa menerima keputusanku.
Sebagian dari diriku mensyukuri keadaan ini. Toh, pada suatu saat keadaan ini akan mengemuka juga, tak masalah nanti atau sekarang. Aku lega karena bisa mengungkapkan apa yang kurasa, tak sekadar merelakan apa yang menjadi mimpiku demi melihat senyumnya. Disisi lain aku terluka. Pertengkaran hebat tadi malam menguras energiku terlalu banyak. Aku benci pertengkaran, lebih benci lagi karena itu aku lakukan pada orang yang kusayang.
Mungkin aku memang salah dari mula, seharusnya tak kubiarkan semuanya terjadi. Ia ingin menjadikan aku bagian dari lukisannya, tanpa pernah meminjamkan kuas. Bagaimana mungkin ia mengharap bahwa itu akan menjadi lukisanku? Tapi ia tak pernah mau tahu, ia terpesona akan warna-warna dan komposisi yang telah disapukannya. Tapi dimana aku?
“Ra, apa aku salah?”
“Kita sudah melewati sesi ini puluhan kali. Dan saat itu kau bekata bahwa kau mau menyerahkan mimpimu padanya. Andaikan kau memang bisa, maka kau telah berhasil menjadikan lukisan itu menjadi milikmu. Namun dengan heningmu, ia merasa kau telah bahagia.”
“Aku tidak pernah berkata begitu. Tiap kali aku protes, ia hanya tersenyum seolah aku becanda. Aku serius,” ujarku dengan mata berkilat-kilat marah.
“Banyak yang tidak bisa membedakan marah dan becandamu.”
“Apa yang kau harapkan, aku membanting pintu, mengatakan semuanya telah berakhir? Aku mau semuanya berhasil, tapi aku juga lelah.”
[bersambung]
Monday, February 25, 2008
Menunggu
Hiyaaa... inilah salah satu kelemahan yang suka bikin aku gregetan: menunggu. Dan sekarang, aku ngga bisa melakukan apapun untuk mempercepat proses itu. Aaaarggh! Bener-bener bikin perut mules.
Whooaaaaa... kayanya tulisanku parah banget deh. Huaaaa... otak kananku bekerja lebih cepat daripada otak kiri jadi aku udah mikir macem-macem... Hoaaaa krisis PD. Plus my terrible english. Tapi disisi lain, aku dalam posisi nothing to loose, kalau tembus aku dapat kredit, tapi kalau ngga tinggal nyari orang lain.
Tetep aja bikin sakit perut.
Whooaaaaa... kayanya tulisanku parah banget deh. Huaaaa... otak kananku bekerja lebih cepat daripada otak kiri jadi aku udah mikir macem-macem... Hoaaaa krisis PD. Plus my terrible english. Tapi disisi lain, aku dalam posisi nothing to loose, kalau tembus aku dapat kredit, tapi kalau ngga tinggal nyari orang lain.
Tetep aja bikin sakit perut.
Friday, February 22, 2008
Partner
Meski secara personal mungkin tak masalah, tapi dalam hal rekan kerja urusannya akan berbeda. Bagi orang yang terbiasa dengan pola, ketidakpastian menjadi kendala. Apalagi kalau tak ada kesepakatan yang bisa dipegang, jadi daripada makan hati, akhirnya aku memilih orang lain. Akan jauh lebih rumit, karena diskusi hanya bisa lewat mail ditambah my pathetic english, tapi ini jadi tantangan juga untuk tidak sembarangan. Kadang aku berpikir apa yang salah dari Indonesia? Apakah karena budaya atau apa? Ketika orang Indonesia keluar negeri ia bisa hidup dengan pola kerja yang padat, mengerjakan semua urusan rumah tangga sendiri, tapi ketika kembali, semua kebiasaan tersebut lenyap. Sama halnya ketika orang luar ke Batam, bisa jadi tidak tertib. Hmm... ada istilah khususnya dalam budaya, tapi aku lupa.
Back ke partner kerja... tadi aku sudah dapat balasan. Masih harus dipelajari dulu, jadi sekarang aku lagi harap-harap cemas nih... huahahaha
Back ke partner kerja... tadi aku sudah dapat balasan. Masih harus dipelajari dulu, jadi sekarang aku lagi harap-harap cemas nih... huahahaha
Thursday, February 21, 2008
Sembunyi
Sengaja sembunyi di blogspot soalnya kalau nulis di MP, sering dikunjungi oleh empunya:D
Seneng.. seneng... seneng... Bagi orang yang memiliki self-motivation problem, mendapat motivasi dari orang lain bagaikan bunga layu betemu air, huahaha. Tentu saja, ini bertentangan dengan segala hal tentang kemandirian, dan dunia yang lebih keras, tapi boleh kan senang karena dapat support, ya..ya.. boleh ya?
NB: Thank you banget, ckakaka (although I'm not expecting you to read this post, it would totally embarrasssed me)
Seneng.. seneng... seneng... Bagi orang yang memiliki self-motivation problem, mendapat motivasi dari orang lain bagaikan bunga layu betemu air, huahaha. Tentu saja, ini bertentangan dengan segala hal tentang kemandirian, dan dunia yang lebih keras, tapi boleh kan senang karena dapat support, ya..ya.. boleh ya?
NB: Thank you banget, ckakaka (although I'm not expecting you to read this post, it would totally embarrasssed me)
Wednesday, February 20, 2008
Ia
Matanya tak lepas dari memperhatikan waktu berjalan. Dalam hitungan jam, seseorang akan datang untuk meminang, padahal hatinya masih ragu dengan keputusan yang telah ia buat beberapa bulan silam. "Mungkinkah aku melepas segala kebiasaanku dan memenuhi apa yang dia mau?" pikirany kalut. Gambaran-gambaran yang dulu terbayang seolah ingin menariknya dari ruang rias, dan waktu menjelang statusnya yang baru. Ia ingin melarikan diri.
"Ve?" ibunya menahannya ketika ia keluar dari ruang rias.
"Iya, Bu?"
"Mau kemana kamu, nanti terlihat orang lho, kan belum saatnya kamu keluar. Lagipula dandanan kamu bisa rusak semua."
"Ve mau ke kamar mandi."
"Aduh, anak ini, kan tadi ibu udah bilang kalau abis dandan kamu ngga boleh kemana-mana. Ya udah sana, cepet. Nanti ibu minta tante Nunung untuk merapihkan dandanan kamu."
Dengan melangkah kecil karena tersangkut kain yang super ketat, Ve mulai melihat kondisi rumahnya. Semuanya nyaris berubah total. Bunga-bunga putih, makanan, orang lalu lalang. anggupkah ia menerima kemarahan dari mereka semua, hanya karena kebimbangannya?
[bersambung]
"Ve?" ibunya menahannya ketika ia keluar dari ruang rias.
"Iya, Bu?"
"Mau kemana kamu, nanti terlihat orang lho, kan belum saatnya kamu keluar. Lagipula dandanan kamu bisa rusak semua."
"Ve mau ke kamar mandi."
"Aduh, anak ini, kan tadi ibu udah bilang kalau abis dandan kamu ngga boleh kemana-mana. Ya udah sana, cepet. Nanti ibu minta tante Nunung untuk merapihkan dandanan kamu."
Dengan melangkah kecil karena tersangkut kain yang super ketat, Ve mulai melihat kondisi rumahnya. Semuanya nyaris berubah total. Bunga-bunga putih, makanan, orang lalu lalang. anggupkah ia menerima kemarahan dari mereka semua, hanya karena kebimbangannya?
[bersambung]
Friday, February 08, 2008
Pahit/Manis
Tatapan khawatir yang sama. Mungkin akan lebih baik jika ia berlalu begitu saja, atau sekadar menyapa. Tapi perhatian itu tak juga enyah, meski ia tahu itu ditujukan buat siapa saja. Tak ada yang khusus. Realitas yang kini dihadapinya menyadarkan ia ke alam nyata. Lebih baik, meski juga lebih keras. Setidaknya ia belajar membuka mata, dan belajar bahwa ada kalanya pahit itu adalah keadaan alpa dari manis, bukan dua hal yang berbeda. Karena pahitlah ia belajar untuk bersyukur, rasa yang dulu jarang singgah, atau telah ia kubur dalam-dalam.
Salahkah ia jika masih membanding-bandingkan? Bukankah hidup memang penuh dengan perbandingan hingga ada yang disebut pilihan. Memilih sesuatu dengan sederet pertimbangan yang semoga lebih baik. Karena manusia tak sempurna, dan kesalahan adalah hal wajar, untuk belajar, untuk bangkit, dan kemudian untuk menyebarkan kebaikan di muka bumi. Agar hidup ini bisa menjadi lebih berarti.
Salahkah ia jika masih membanding-bandingkan? Bukankah hidup memang penuh dengan perbandingan hingga ada yang disebut pilihan. Memilih sesuatu dengan sederet pertimbangan yang semoga lebih baik. Karena manusia tak sempurna, dan kesalahan adalah hal wajar, untuk belajar, untuk bangkit, dan kemudian untuk menyebarkan kebaikan di muka bumi. Agar hidup ini bisa menjadi lebih berarti.
Tuesday, January 29, 2008
Mencoba
Maukah kau berubah jika aku yang memintanya? Gamang menyerang. Bisakah aku bertahan dengan perubahan ini hanya demi dia, pikirnya. Ia mempertanyakan segala kemandirian yang selama ini melindunginya. Tak terlalu pusing dengan segala pandang, atau ujar sinis atas keputusan yang ditempuhnya. Ia memiliki dirinya, dan itu cukup. Kehadiran dia adalah hal lain. Sebuah imaji yang selalu ada, tapi tak pernah begitu nyata. Hingga sekarang. Saat ia mulai terbuai oleh imaji-imaji yang tak pernah hinggap sebelumnya. Haruskah?
Kenapa blog ini jadi melow ya? Curhat pindah ke sini
Kenapa blog ini jadi melow ya? Curhat pindah ke sini
Saturday, January 26, 2008
Ketika Chaos Merindukan Order (3)
Masih juga tak mengerti, dan berhenti untuk mencoba memahami. Jalani saja apa adanya, tanpa berharap. Tak baik terlalu mendekat, dengan segala ketidakpastian menghinggap, ucap yang hanya menjadi asa sesaat kemudian lenyap. Seperti asap. Dan memang imaji itu lekat. Aku takkan lagi membaca, mencari algoritma yang dapat membenarkan sikapnya. Bukan tentang baik, buruk, ataupun etika ,hanya karena tak menemukan tempat berpijak. Hanya itu. Cukup untuk menciptakan jarak.
Monday, January 21, 2008
Negosiasi
Haruskah seseorang tetap melangkah meski ia tak ingin berubah?
Seorang renta dengan tangan tengadah karena merasa tak salah
meski telah ditawari kerja
meski kadang terik menerpa
Anak jalanan dengan musik dan gitar
Kadang harus berlari atas nama kerapihan kota
Ketika pejabat lewat
dengan mobil boros bensin mereka
Anak-anak yang bermain dalam terpa hujan
merayakan butiran-butiran air yang menyapa bumi
tanpa peduli badan basah
kuyup baju berkawan air
dan ketika sampai di persimpangan jalan...
haruskah ia berkata sudah pada lampau
berbelok meninggalkan jalan setapak
atau tetap tegar menantang dunia
dengan caranya sendiri?
Seorang renta dengan tangan tengadah karena merasa tak salah
meski telah ditawari kerja
meski kadang terik menerpa
Anak jalanan dengan musik dan gitar
Kadang harus berlari atas nama kerapihan kota
Ketika pejabat lewat
dengan mobil boros bensin mereka
Anak-anak yang bermain dalam terpa hujan
merayakan butiran-butiran air yang menyapa bumi
tanpa peduli badan basah
kuyup baju berkawan air
dan ketika sampai di persimpangan jalan...
haruskah ia berkata sudah pada lampau
berbelok meninggalkan jalan setapak
atau tetap tegar menantang dunia
dengan caranya sendiri?
Wednesday, January 16, 2008
On/Off
"Kenapa?"
"Kau tahu apa yang kumaksud. Jangan coba mengelak."
"Kalau kau merasa tahu, kau jawab sendiri saja pertanyaan itu."
"Kenapa kau selalu mencoba untuk bertengkar?"
"Dan kenapa kau selalu memulai?"
"Aku hanya tak mau kau menyakiti dirimu sendiri."
"Terima kasih. Aku baik-baik saja."
"Dasar keras kepala."
"Dasar sok tahu."
"Kau tahu apa yang kumaksud. Jangan coba mengelak."
"Kalau kau merasa tahu, kau jawab sendiri saja pertanyaan itu."
"Kenapa kau selalu mencoba untuk bertengkar?"
"Dan kenapa kau selalu memulai?"
"Aku hanya tak mau kau menyakiti dirimu sendiri."
"Terima kasih. Aku baik-baik saja."
"Dasar keras kepala."
"Dasar sok tahu."
Thursday, January 10, 2008
Legenda Pribadi
Karena aku seorang pemimpi, aku lebih senang melihat manusia sebagai makhluk unik. Kenapa juga semua orang harus memenuhi kriteria cerdas tertentu, kalau masih ada jalan lain yang lebih menarik. Pembimbingku selalu menekankan yang penting sesuatu dijalankan dengan senang, seperti yang beliau lakukan di dunia math-nya. Kalau ngga salah ingat, di buku Dewey atau Freire, salah satu tolak ukur untuk melihat apakah seorang guru mengajar dengan gaya bank atau ngga, adalah dengan melihat pancaran matanya, hihi... kayanya redaksionalnya rada meleset.
Kenapa seseorang harus bangga dengan kecerdasannya? Dunia penuh dengan ilmuwan? Owh please, ngga kebayang bakal kaya apa, kecuali ilmuwan itu diartikan terbebas dari parameter formal, hingga tukang sate pun bisa menciptakan ramuan yang membuat pelanggannya setia dan disebut ilmuwan. Kenapa harus seragam, bukankah Sang Maha pun menciptakan manusia beragam untuk saling mengenal, mengetahui keunikan satu sama yang lain hingga tak saling menafikan atau berbangga hati. Prinsip yang menempatkan penyapu jalan setara dengan Presiden yang bisa menghiasi Kompas halaman depan.
Ah, kadang aku lelah. Benar-benar tak mengerti segala label yang diproduksinya tiap hari. Label postmo yang kian menjauhkan aku dari makna...
NB: Karena di kampus, blogger, dan gmail sering bermasalah, aku jadi hijrah ke Multiply, dan lama-lama malah jadi keterusan. Hmmm... kasihan blogspot jadi sedikit terbengkalai... maaf ya kalau sudah mampir ternyata tak menemukan hal yang baru *huahahaha... si Yuti lagi narsis, ketika sedang menghadapi deadline akut*
Kenapa seseorang harus bangga dengan kecerdasannya? Dunia penuh dengan ilmuwan? Owh please, ngga kebayang bakal kaya apa, kecuali ilmuwan itu diartikan terbebas dari parameter formal, hingga tukang sate pun bisa menciptakan ramuan yang membuat pelanggannya setia dan disebut ilmuwan. Kenapa harus seragam, bukankah Sang Maha pun menciptakan manusia beragam untuk saling mengenal, mengetahui keunikan satu sama yang lain hingga tak saling menafikan atau berbangga hati. Prinsip yang menempatkan penyapu jalan setara dengan Presiden yang bisa menghiasi Kompas halaman depan.
Ah, kadang aku lelah. Benar-benar tak mengerti segala label yang diproduksinya tiap hari. Label postmo yang kian menjauhkan aku dari makna...
NB: Karena di kampus, blogger, dan gmail sering bermasalah, aku jadi hijrah ke Multiply, dan lama-lama malah jadi keterusan. Hmmm... kasihan blogspot jadi sedikit terbengkalai... maaf ya kalau sudah mampir ternyata tak menemukan hal yang baru *huahahaha... si Yuti lagi narsis, ketika sedang menghadapi deadline akut*
Subscribe to:
Posts (Atom)
Untuk Papa
Papa … Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat Tapi jasa papa tetap melekat Hangat itu tetap mendekap ...