Friday, December 29, 2006
Chaos
Kata dosenku aku harus konsen ngerjain tugas-tugasku dulu. Tapi teori-teori itu lucu, jadi aku senang menggabung-gabungkan teori itu menjadi grand theory. Kata dosenku, aku jangan terjebak ama aliran Newtonian. Huahaha, aku memang bukan Newtonian, tapi Cartesian(dua orang yang sealiran).
Thursday, December 21, 2006
Spiderman
Yang bikin penelusuran ini menarik adalah aksi pembingkaian suatu aktor. Sebagai ilustrasi, pada tingkat agregasi skala nasional, terdapat jejaring aktor di level industri dan pemerintah. Dengan melihat pada level yang rendah, diperoleh pola yang mirip di level organisasi, seperti relasi antara pekerja, pemilik perusahaan, kebutuhan dasar, dll. Ada yang udah bisa nebak kemana arah dari pembicaraan ini? Yup, lagi-lagi fraktal. Perulangan-perulangan pola yang ditemui pada berbagai level.
Tentu aja polanya ngga bisa se-rigid himpunan Cantor, tapi pola itu ada. Nah, dengan demikian, relasi yang terdapat di tingkat agregasi lebih tinggi memuat perilaku aktor-aktor di tingkat agregasi lebih rendah. Huahaha, si Yuti ngomong apa sih? Sebagai ilustrasi adalah perbandingan main dadu dan koin(kedua alat ini sangat sering digunakan sebagai ilustrasi dalam ilmu peluang), mana yang lebih besar peluangnya memperoleh angka 3 atau muka? Tentu aja orang akan memilih muka, karena peluangnya 50%(1/2) dibandingkan peluang seseorang memperoleh angka 3 yang peluangnya 1/6. Tapi ketika yang dilihat hanya menang atau kalah, maka hasil dari kedua permainan tersebut bisa sama, yaitu menang atau kalah(dan kayanya gara-gara ini masih banyak yang suka ikut undian, karena meski peluang kemenangan masih kecil tapi peluang itu masih ada; limit menuju nol sekalipun). Nah, perbedaan peluang inilah yang kadangkala diabaikan, alias orang biasanya hanya melihat sebuah kejadian dari hasilnya saja dan bukan dari proses.
Teori jejaring dengan tingkat agregasi yang berbeda-beda ini mencoba menjelaskan bahwa ada faktor-faktor yang terjadi di level lebih rendah tapi tidak tampak satu level diatasnya, tapi ternyata memberikan dampak yang besar pada beberapa level di atasnya. Contoh populernya adalah Efek Kupu-kupu, lengkap dengan tag: bagaimana kepakan kupu-kupu di Brazil bisa menyebabkan badai di Tuing-tuing(woho, dibaca: tempat yang jaaaaauuh).
Woho, seru kan?
Wednesday, December 20, 2006
Injury Time
Ok, saatnya semangat. Tugas menumpuk masih menunggu untuk diselesaikan.. punya sumber semangat baru nih, huehe... dasar dosen lucu.
Tuesday, December 19, 2006
Buku
Hal lain yang menyebalkan adalah mereka lupa untuk mengembalikan. Sekitar 30 buku-ku statusnya lagi keluar. Ok, kalau memang benar-benar dibaca, tapi kadang setelah ngejar-ngejar setengah mati, sampai aku sendiri yang merasa ngga enak karena neror orang, ada beberapa yang mengaku belum sempat membacanya. Hei, don't you know that I need that book to make my task or right down an article?
Tuh, kan aku jadi lupa tujuan awal membuka blogger, aku kan mau nulis karena nemu buku Gleick disalah satu rak. Penjaga kios itu udah sedikit hapal dengan pilihanku. Jadi setelah penjaga kiosnya selesai menyampul Hidden, kang Irfan, penjaga kios tersebut, mulai menawarkan sederet judul-judul buku yang menarik minatku(dan tentu saja bukan dari daerah rak kiri, dan etalase:D ). Setelah menolak semua pilihan yang dia tawarkan, mataku tertumbuk pada buku Misteri Apel Newton. Yang membuat aku akhirnya membungkus buku itu karena penulisnya, James Gleick. Nama itu familiar di kepalaku, meski sampai aku menulis di blog ini, aku belum menemukan dimana aku menemukan nama tersebut.
Mungkin terkait dengan hobiku baca-baca artikel yang terkait dengan Chaos, tapi aku ngga begitu yakin. Jadi begitulah, aku jadi membeli dua buku, Capra dan Gleick, dan sampai di kantor mail-ku tentang jejaring udah dijawab. Ah senangnya...
NB: aku nebak-nebak jumlah buku yang ada di meja belajarku, sekitar dua puluhan. Ternyata tebakanku meleset cukup jauh, 34 buku.
Tips: Ngga usah ngebayangin tampang meja belajarku kaya gimana...;p
Friday, December 15, 2006
Citra
Lagi-lagi cerita bekutat tentang kisah anak matematika di jurusan Studi Pembangunan. Entah karena memiliki pengalaman traumatik dengan menghadapi simbol, mayoritas menganggap matematika sebagai pelajaran yang susah. Implikasi dari pandangan itu adalah, anak dari jurusan matematika dipandang sebagai orang pintar. Jadi kalau ada PR ekonomi mikro, yang jadi sumber info, aku. Padahal konsep ekonomiku rada-rada blank. Aku udah nyoba untuk belajar ekonomi, tapi gara-gara dikepala langsung muncul asosiasi klas-klasan, aku langsung menolak. Sekarang sih udah mending, soalnya aku lagi seneng melihat perspektif psikologi di ekonomi yang ternyata banyak banget. Dan dalam ekonomi mikro, ternyata banyak sodara-sodaranya Prisoner Dilemma, otomatis, sense tertarikku langsung ON.
Nah, kemarin PR-ku tentang membuktikan kemiringan kurva dengan menggunakan persamaan diferensial. Huaa, parah banget, aku udah lupa nama makhluk-makhluknya apa. Secara kotretan sih udah terbukti, tapi kan harus ditulis dengan nama-nama yang bisa dipahami, dan sederhana karena simple is beautifull, jadi aku berusaha untuk bikin pembuktian sesingkat dan sejelas mungkin. Gara-gara itu, aku buka buku kalkulus lagi dengan sedikit perasaan malu. Karena diferensial kan bahan TA-ku, yang baru aja kuselesaikan. Huehehe.. jadi ingat zaman bimbingan dulu ketika ditanya masalah gradien. Aku lupa kalau kian besar gradien kian curam suatu kurva, jadi dengan kalemnya aku memberi jawaban yang salah pada dosenku. Dan dosenku cuma nanya "yakin?" dengan pandangan lucu. Pas aku ubah jawaban, ditanya lagi, yakin? Woho...
Lucunya, dari dosen lain, aku tau dosenku nganggap aku pintar, kalau salah itu cuma karena aku grogi. Padahal bukan grogi, tapi ngga tau beneran..
Thursday, December 14, 2006
Six Degree
Dalam buku Consumen Behaviour, pengaruh keramaian(crowd) juga tampak dalam pertimbangan konsumen menjatuhkan sebuah pilihan. Dari sebuah penelitian, tampak jika terdapat dua buah rumah makan yang ama-sama menyajikan menu asing dan belum dikenal, orang akan cendeung memilih rumah makan yang lebih ramai. Alasan yang diungkapkan di buku itu adalah karna "Tidak mungkin orang yang banyak tersebut semuanya salah."
Pengarah orang lain dalam perilaku seseorang hendak diterangkan dalam teori-teori jejaring. Dengan menggunakan diksi yang berbeda, gelagat ini juga telah ditangkap oleh orang-orang marketing. Tentu saja, ada berbagai pengecualian, seperti keberadaan benda-benda 'aneh'(lupa istilah ekonominya apa) yang perilakunya tidak dipengaruhi harga, orang-orang yang sengaja menantang arus, dll.
Jika dikaitkan dengan hukum kelembaman yang telah ditafsirkan secara bebas oleh Yuti, maka menjadi bagian dari massa merupakan sebuah kenyamanan. Artinya seperti ini, ketika sebuah benda diam akan digerakkan, tenaga yang harus dikeluarkan harus melewati sebuah ambang tertentu. Setelah melewati ambang tersebut, energi yang dikeluarkan tidak perlu sebesar energi awal, kecuali jika ingin menambah spesifikasi tersebut(misal: menambah kecepatan).
Begitu pula ketika bicara tentang masyarakat, keadaan suatu masyarakat merupakan suatu kondisi yang lembam, dan sulit berubah. Usikan kecil mungkin akan langsung tertolak, atau langsung distabilkan oleh sistem dengan hubungan yang simetris(pengusik akan memperoleh dampak sebagaimana yang diusik). Kalaupun pengusiknya kecil, maka ia harus memiliki tekanan yang besar(woho, jadi teringat pertanyaan, mana yang lebih merusak antara kaki gajah, atau sepatu hak 8 cm?). Trus besarnya pengaruh juga terlihat dari galat antara kondisi awal dengan apa yang dibawa. Kalau pendekatannya konflik, maka perubahan yang dibawa bisa lebih besar, meski memakan korban yang juga lebih besar.
Nah, yang menarik minatku adalah diamakah posisi sebuah aktor dalam jejaring yang kompleks? Dan pandangan bahwa tiap orang sejatinya memiliki peran dalam jejaring tersebut. Entah tinggal nyari, dicariin, atau proses seleksi alam yang akan menempatkan dirinya dalam keadaan tersebut(seperti konsep penyembuhan luka, dimana masing-masing sel akan memperbaiki dirinya sendiri).
Woho, ngga terstruktur banget nih, alur berpikirnya...
Tuesday, December 12, 2006
Jeda
NB: Semoga kau mengertis p a s i
seindah apapun huruf terukir,
dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda?
dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?bukankah kita bisa bergerak jika ada jarak?
dan saling menyayang bila ada ruang?kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan,
tapi ia tak ingin mencekik,
jadi ulurlah tali itu.napas akan semakin melega
dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi.darah akan mengalir deras
dari jantung yang tidak dipakai dua kali.jiwa tidaklah dibelah,
tapi bersua dengan jiwa lain yang searah.jadi jangan lumpuhkan aku
dengan mengatas-namakan kasih sayang.mari berkelana
dengan rapat tapi tak dibebat.janganlah saling membendung
apabila tak ingin tersandung.pegang tanganku,
tapi jangan terlalu erat,
karena aku ingin seiring
bukan digiring.
Monday, December 11, 2006
Yugle
Duh, aku ngantuk banget, padahal harus mempersiapkan UAS untuk besok..
Thursday, December 07, 2006
Chaos
Actor Network Theory(ANT) memiliki thesis bahwa normalitas adalah chaos, dan abnormalitas adalah keteraturan. Ada yang mengilustrasikan keadaan ini dengan gelas yang jika jatuh pecah. Artinya, kehidupan menuju ketidakteraturan. Namun pandangan ini berbeda dengan fenomena yang ditemukan oleh Ilya Prigogine, seorang fisikawan sekaligus kimiawan yang menemukan struktur disipatif.
"A dissipative system is characterized by the spontaneous appearance of symmetry breaking (anisotropy) and the formation of complex, sometimes chaotic, structures where interacting particles exhibit long range correlations.(Wikipedia)"
Aku menganut paham apa ya? Hmm... Ayo tebak;p
Monday, December 04, 2006
Statistika
Me : "Ngga suka Pak, rumusnya banyak banget. Saya ngga suka hapalan."
Dosen A : "Kamu harus banyak latihan soal, lama-lama kamu terbiasa menggunakan rumus-rumus itu."
Jawaban yang tidak membangkitkan minatku untuk belajar.
Me : "Saya ngga suka statistika, Pak. Simbolnya banyak banget, saya ngga ngerti."
Dosen B : "Di tempat lain ada juga lho, Yut. Cuma nama-namanya saja yang berbeda(sambil memberikan beberapa contoh konsep statistika yang ada di aljabar, dan analisis)."
Me : "Wah, asyik Pak."
Dosen B : "Iya, Yut. Lagian nanti kamu pasti akan banyak menggunakan statistik."
Sense ingin tahuku mulai timbul, meski untuk mempelajarinya aku akan mengambil jalan yang sedikit memutar, yaitu tidak langsung pada buku-buku statistik.
Me : "Wah, Pak. Saya ngga suka statistik."
Dosen C : "Sama dong."
Huehehe, entah kenapa rasanya jadi semangat belajar statistik.
Sabtu Ceria
Lima buku baru
Naskah yang telah berpindah
Menghadiri walimah
dan bit-bit maya yang mewujud,
nyata
Friday, December 01, 2006
Waktu
Kemarin aku ditanya tentang masa depanku. “Ngga tau,” jawabku. “Punya konstrain dari orang tua?” tanyanya lagi. “Ngga,” ujarku sambil menggerakan kepala ke kiri dan ke kanan.
Dalam hidup yang mengalir, tak pernah ada yang pasti
Bahkan air pun memiliki hilir yang jelas kan?
Tapi juga melewati banyak percabangan(dengan mantap)
Suatu saat kau tetap harus memilih
Ya, suatu saat. Bukan sekarang, biarlah kunikmati gelap barang sesaat. Selagi gelap belum pekat dan menelanku dalam berbagai keharusan, erat. Kau boleh memilihkannya jika kau mau, aku sering menggunakan cara ini jika kau belum tahu.
Membiarkan orang lain mengatur hidupmu?
Tidak tepat begitu. Kau tahu sendiri aku orang bebas, meski tak sepenuhnya lepas. Aku masih mencari, dalam berbagai bentuk kehidupan yang nanti akan kujalani. Apa yang kau tawarkan, kuanggap salah satu jalan.
Tapi kau suka?
(Pertanyaan ini lagi. Aku lupa bagaimana rasanya) Segala pengetahuan baru yang memenuhi kepalaku kadang membuatku hidup dan redup dalam waktu yang nyaris bersamaan. Peluang untuk maju didera berbagai macam kesalahan nyaris tak memberikan perubahan berarti. Hanya berdiam diri, caci maki dalam hati, karena tak tahu lagi bahwa pemikiran akan berarti.
Cari teman diskusi. Kau bisa gila jika mencarinya sendiri.
Asalkan tak hanya terperangkap dalam wacana-wacini, aku mau. Namun jika akhirnya kembali pada pemuasan rasa ingin tahu dan kecanggihan semu belaka, aku tak sudi.
Percakapan itu berakhir, menyisakan puluhan bait akan langkahku kedepan. Dalam satu bagian ia berujar, “Sudah ya, jangan ganti-ganti lagi.” Aku tersenyum. Sebuah Deja vu.
Wednesday, November 29, 2006
Sosial vs Sains
Karakteristik ini bisa ditarik sebagai landasan angka perceraian tadi, sosial sifatnya lebih fleksibel sedangkan orang sains lebih kaku. Aku sendiri, seringkali memandang diriku orang yang ngga teratur, tapi ketika menghadapi puluhan laporan berbeda format dan aku harus membuat summary-nya yang terjadi adalah kebutuhan STANDAR. Aku bisa gila kalau harus membaca ratusan halaman gara-gara format ngga baku. Bener-bener ngga terdokumentasi dengan baik.
Dalam buku Dunia Sophie, klasifikasi memang dimaksudkan untuk mempermudah kehidupan manusia. Salah satunya, ya si Standar itu. Yang jadi masalah adalah standar terkadang memarjinalisasikan kelompok minoritas. Aku sendiri ngga tau bagaimana mengatasi paradoks ini, disatu sisi, kebutuhan untuk standar diperlukan agar kehidupan tidak mengarah pada chaos, disisi lain, standar menghilangkan keanekaragaman.
Nah, kalau sosial dipetakan pada ketidakteraturan dan sains pada keteraturan, aku masuk kelompok mana ya? Aku sendiri senang melihat pola, dan itu semua untuk mendukung daya imajinasiku, hehe. Gara-gara seneng berkhayal, kalau aku jalan ke mana gitu, trus melihat suatu hal yang menarik, aku pasti membuat narasi tertentu dalam kepalaku, dan narasi itu tentu aja punya landasan logika tertentu. Sama seperti dimensi Harry Potter yang memiliki hukum fisika sendiri. Jadi aku pecinta keteraturan jika menyangkut orang lain dan relasi orang lain terhadapku, tapi aku sendiri ngga suka teratur, karena yang biasa itu membosankan, dan menjadi orang yang tertebak lebih membosankan lagi.
Yutiiiii, Dasar pemberontak!!
Saturday, November 25, 2006
Tema Tesis
Mungkin ngga ya, orang menerima math sebagai mata pelajaran yang taken for granted? Kasian banget kalau ada yang melakukan sesuatu karena terpaksa, apalagi untuk hal semisal belajar. Bagiku, belajar itu harus dilandasi keingintahuan, kalau ngga ya ngga menarik, dan pasti tersiksa. Bayangin aja, ngabisin beberapa buku, ngeliatin notasi-notasi aneh, tanpa ada rasa exciting, fiuh, pasti siksaan berat. Gara-gara cara pandang ini, sebisa mungkin mencari hal-hal menarik dalam segala hal yang kulakukan. Dampak negatifnya, aku susah untuk fokus, karena suka dengan banyak hal.
Waktu aku konsultasi tema tesis, malah dikasih setumpuk pilihan lagi, mulai dari kultur ilmuwan di Indonesia, dan beberapa tema lainnya. Waktu aku bilang menarik, dosenku bilang, "Bagus!" tapi waktu aku bilang, bacaanku jadi melebar banget, aku malah dibilangin, "Wah, kamu Anti-Modernisme."
Friday, November 24, 2006
Menggapai Mimpi
Aku harus kembali merumuskan visi diri. Saat ini aku merasa sedikit tersesat karena memasuki mabok informasi tanpa ujung pangkal yang jelas. Wilayah yang sama sekali berbeda dengan bidang studiku yang lalu. Dosen yang kuajak ngobrol menganjurkanku untuk mengambil ke arah financial engineering. Suatu wilayah dimana setidaknya tidak jauh berbeda dengan jalurku dulu.
Mimpi-mimpi lain yang lebih besar juga masih menghiasi kepalaku meski aku belum tahu bagaimana merintis jalan menuju kesana...
Kubaca lagi jawaban wawancara sepanjang 16 halaman yang dikirimkan almarhum padaku. Bukan saatnya sekarang untuk bersedih, mengenang bukan berarti terhanyut, tapi kembali berjuang untuk maslahat bersama, seperti yang kutafsirkan dari cita-cita beliau.
Monday, November 20, 2006
Curiouser than Curious
Sekarang aku mencoba merepresentasikan konsep infinite-transfinite ini dengan rasa penasaran. Sebagai sesuatu yang sifatnya kualitatif, rasa penasaran susah untuk dikuantifikasi, dan sebagai orang yang rada malas dengan struktur aku juga banyak bentrok dengan struktur-struktur kuantifikasi yang berasal dari kualitas(ya iyalah, wong dimensinya juga beda). Tapi ternyata dalam kasus infinite-transfinite berhasil ada bentuk formalnya. Tentu aja, dalam matematika analisis yang harus diperhatikan banget-banget adalah postulat-postulatnya(seperti pada kasus geometri non-euclid, topologi, dkk).
Perbedaan dimensi juga terjadi dalam hal diskrit-kontinu seperti yang aku lakukan pada TA-ku dengan mendekati hasil dari persamaan diferensial dengan metode diskrit. Dengan menggunakan metode yang sama dengan matematika, yang pertama-tama harus dilakukan adalah mendefinisikan penasaran dan implikasi-implikasi dari definisi tersebut, kemudian melanjutkan pengertian apa yang dimaksud dengan lebih, seperti yang terjadi pada bilangan-bilangan transfinite.
Kalau menggunakan teori-teori normal-abnormal, maka tiap orang memiliki daerah abnormalitas(dalam kurva digambarkan sebagai daerah diluar lingkaran). Dengan menggunakan teori tersebut, lebih dari penasaran bisa dianalogikan melampaui batas-batas normal. Ya... semacam itulah... kapan-kapan dilanjutin.
Thursday, November 16, 2006
Layangan Putus
Heran, tak biasanya aku begini. Mungkin, harus pakai tanda: AWAS YUTI GALAK, biar ngga ada yang deket-deket. Huahaha, ngga dink, separah apapun, kayanya aku belum bisa mengandalkan orang lain untuk jadi pelampiasan. Kenapa ya? Mana internet juga lelet, beberapa surat alhasil belum berhasil terkirim.
Keadaan ruangan saat ini: lagu American Pie-nya Madona yang baru saja berhenti, segelas air putih yang tak tersentuh, kerjaan yang ngga maju karena ketiadaan data, hp, flash disk yang tergeletak begitu saja. Beberapa window terbuka tentang matematik, hasil loncat-loncat dari blog mas koen, bikin ingin kembali ngotak-ngatik. Ilmu sosial bikin aku jadi mirip mbah Goo, mabok informasi tanpa solusi(maaf ya mbah..).
Padahal tadi di kelas abis nonton film tentang pembunuhan. Ini juga sih, film-nya ngga ikut mendukung mood. Mungkin gara-gara kepala pusing, jadi semuanya ikutan ngga enak...
Wednesday, November 15, 2006
Samaun Samadikun
yang mencium tanah
Musim gugur
Daun-daun berserak
Keindahan ironis
pada sebuah pertemuan yang menyisakan kesan mendalam
tidak bisa tidak mengingatkanku pada tokoh dalam cerita Tintin
bukan sebuah kiasan
hanya penghormatan akan arti kejujuran
sikap, dan integritas
pertanyaan tiada henti
agar tak pernah ada kata berhenti
untuk belajar, dan mencari
suatu yang hakiki
Tuesday, November 14, 2006
...
Dalam hitungan puluhan menit lagi aku akan uts, dan aku sama sekali belum baca bahan-bahannya. Dosennya bilang ada 2 kemungkinan: a. Take home test dan b. Kerjain langsung di tempat. Aku berharap ujiannya tipe pertama, kalau ngga terpaksa mengarang. Tentu aja, ngga sembarangan ngarang, soalnya sedikit banyak aku udah sering baca-baca juga. Tapi lagi ngga mau ngulang. Mungkin karena temanya udah lumayan aku tekuni beberapa tahun lalu, dan diskusi di kelas hanya menyampaikan perulangan yang tak mampu menarik minatku, atau mungkin karena tiap informasi hanya membuat kepalaku makin bingung.
Over loaded informasi nih, dan jadinya malah kaya benang kusut. Huuaaa... akhirnya malah nge-blog, sambil baca-baca. Besok aku harus prsentasi, kemarin jadi hobi nanya-nanya di kelas, sekarang ngga mood ngapa-ngapain. Mungkin akumulasi kegiatan yang numpuk dari hari Jum'at, dan bawaan jadi ngantuk berat.
Nyari distraction ahhh..
Monday, November 13, 2006
Hidup
Senang dapat kembali mengenang, dan menyadari ada banyak hal yang telah terlewati. Perubahan adalah suatu hal yang pasti, tapi tak semuanya memiliki arti. Memaknai adalah sebuah pilihan, begitupula untuk menjatuhkan sebuah keputusan.
Semoga aku tak hanya sekadar menjalani
Namun juga berhasil mewarnai
Thursday, November 09, 2006
Janji
Y : "Iya, Pak."
D : "Saya mau ngobrol."
Y : "Ok."
Setelah beberapa kali re-janji, akhirnya ngga jadi.
Dalam kesempatan berikutnya lewat sms
Y : Pak, boleh pinjam buku ANT? Terima kasih
D : Pasti boleh.. Sy juga ingin ngobrol banyak dg Anda soal ANT...
Peluang keberhasilan 1: ...
Monday, November 06, 2006
Kenangan
NB: Ngantuk euy, hari pertama kembali kuliah dan ke LAPI. Ketemu banyak temen, maaf-maafan, dan juga ngantuk berat. Tugas kuliah alhamdulillah udah beres. Ngga taunya, aku ngerjainnya over dosis, harusnya cuma sampai manfaat, aku bikinnya sampai metodologi. Ya... bagus deh, soalnya buku untuk metodologi masih minim banget.
Enaknya sekarang ngapain ya? Kerjaan di kantor belum banyak, dan karena liburan aku gunakan untuk membaca sekitar 30 referensi, aku malas membaca yang berat-berat. FYI, aku maksa masukin salah satu permainanan paradoks dalam proposal tesisku. Tadinya mau masukin Godel, tapi kesannya maksa banget, akhirnya aku cuma menyelipkan Derrida dan self-reference dari Webster yang ditulis oleh Wittgenstein. Hoho, kalau waktu S1, paradoks Zeno cuma masuk di kata pengantar, semoga di tesis, paradoks bisa masuk bab 1. Trus makin lama, bab-nya jadi makin ke belakang. Whihi..., asyik kalo bisa nganalisis pakai pendekatan paradoks, meleset meleset larinya ke postmo.
Aku belum berhasil namatin Barbour, padahal pengen banget. Biasalah untuk meningkatkan sense holistik dan anti-reduksionistku. Bisa nyambung bisa ngga, tapi ngga pa-pa deh, bagiku seni menulis adalah menyusun logika yang bisa nyambungin bacaan lucu-lucu dengan tesis. Kan, seperti yang dikatakan oleh Derrida, bahwa makna merupakan hubungan antar tanda, alias ngga ada yang mutlak. Jadi selama argumen kuat, ya ngga masalah. Tentu aja, selain memuaskan kesenanganku bermain-main, harus ada manfaatnya, dan karena waktu S1 aku lebih banyak aktif di pers kampus, aku melihat pendekatan terhadap perubahan di masyarakat terkait erat dengan informasi.
Udah ah, mau nyoba tidur sambil duduk...
Sunday, November 05, 2006
Liburan Usai
Kembali dalam kemelut waktu
Kembali dalam kehidupan menderu
Kembali dalam babak baru
Ramadhan telah menempa diri
Semoga ruhnya dapat warnai hari
Ternyata pulang ke rumah membuat diriku menjadi pujangga. Tentu saja, ini terpengaruh suasana. Ada banyak kejadian menyenangkan, dan yang pasti pergantian ritme hidup. Lebih santai tepatnya, meski masih terperangkap puluhan buku yang menanti untuk kujalin dalam proposal tesis. Belum ada arah pasti, karena aku lebih senang berpetualang dari satu informasi menuju informasi lainnya, hingga akhirnya aku memutuskan membuat dua proposal karena masalahnya menjadi terlalu melebar. Tapi aku senang, dan sudah siap membuat dosenku tertawa dengan setumpuk tanya yang memenuhi kepala.
Senang akan kuliah dan kerja kembali, dengan tas baru. Huehehe, kaya anak kecil yang baru mau masuk sekolah. Mungkin sedikit unsur simbolisme, tapi hey, semua orang melakukannya.
Monday, October 30, 2006
Malam
Berjalan-jalan dalam dunia maya. Menemukan banyak hal sederhana namun bermakna. Tentang maaf, cita-cita, dan asa, berbaur dengan ritme hidup yang berlalu tanpa terasa. Terus berjuang untuk menjadi manusia, yang tahu bagaimana untuk mengasihi sesama, dalam puja pada Sang Maha Esa.
Kerlip bintang menghiasi angkasa. Kadang terlihat kesepian namun kadang juga menguatkan. Mungkin manusia boleh sedikit bangga, karena diberi banyak kesempatan mengagumi semesta raya. Boleh bangga juga karena alam bisa direkayasa, meski tak luput dari bencana.
Tuhan...
Berikan aku petunjuk jalan
Sunday, October 29, 2006
Fitri
Banyak perubahan tahun ini, kerja berpadu kuliah, waktu luang yang kini terasa lebih mahal namun juga bertambah indah. Buku-buku belum terbaca yang membentuk tumpukan tersendiri di rak, hingga mencoba untuk kembali merumuskan kembali hidup. Ada banyak cara untuk kembali, tercebur dalam lautan perbedaan hingga akhirnya menyadari identitas diri, atau berkawan persamaan hingga tak tahu lagi apa artinya menjadi seorang pribadi.
Aku masih mencari, seperti deret yang terus mendekat menuju suatu angka pasti. Limit tiada henti meski usaha kadang tersendat sebuah imaji khayali. Hanya Dia yang Hakiki, meski jiwa tak selalu fitri untuk mengingat Sang Pemilik Kasih.
Kali ini kubiarkan bit-bit informasi menggantikan kehinaan diri. Bukan sesuatu yang sejati, bukan pula pemakluman diri, tapi suatu pengingatan kembali.
Aku lemah...
Namun tak mau menyerah
NB: Terima kasih atas banyak cinta yang telah diberikan padaku
Thursday, October 19, 2006
Mitos Matematika(wan)
Beberapa mitos lainnya:
1. Aku jago mikro ekonomi
2. Aku mengikuti perkembangan dunia math
3. Aku ngerti graf
4. Pemahaman tentang matrix udah di luar kepala
5. Persamaan-persamaan math bagiku gampang
Fakta:
1. Aku memang bisa kalau harus mengerjakan persamaan diferensial, tapi kalau dikaitkan dengan konsep ekonominya aku masih rada blank.
2. Kalau ini lumayan bener, tapi ini karena aku punya temen yang suka cerita tentang perkembangan di Santa Fe, suka ama Poincare conjecture, dll. Jadi sebagai teman yang baik, aku pasti ngedengerin cerita2 itu.
3. Aku suka graf, tapi kalau lagi mood aja, alias baca-baca bukunya, tapi kalau pas ujian, aku jadi ilfeel.
4. Yup, diartikan secara harfiah. Bener-bener di luar kepala, a.k.a harus buka buku dulu.
5. No comment untuk yang ini.
Monday, October 16, 2006
All the Love in the World
Sabtu pagi, 05.30
Aku masih asyik memperhatikan ibuku yang siap-siap mau kembali ke Jakarta. Sebuah pikiran melintas, “Apa ikut aja ya ke Serpong. Pasar buku udah sering, reuni sekolah belum jelas jadi apa ngga, take home test bisa dikerjain di Serpong.” Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang.
Sabtu pagi, 05.45
Duduk dengan manis menuju Cihampelas, setelah membuat keputusan singkat tentang buku-buku apa saja yang kira-kira akan kuperlukan. Aku mulai bergantung dengan perpustakaan kecilku di Bandung. Kebanyakan pola pikirku terbentuk oleh buku-buku itu, dan meski di Serpong juga ada banyak buku, buku-buku itu asing. The Other Path, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Pendidikan Kaum Tertindas menjadi pilihanku. Selain sebuah buku fiksi yang masih belum sempat kubaca.
Ayah dan kakakku belum tau aku akan pulang. Bahkan setengah jam sebelum naik mobil yang membawaku ke Cihampelas, aku sendiripun tidak tau kalau aku akan pulang. Banyak yang bilang aku cinta pada kekacauan, dan yeah, asalkan semua berakhir dengan baik, kenapa tidak? Dan itu terbukti ketika aku sampai di rumah.
Kegembiraan dapat berkumpul kembali tak dapat digantikan oleh kata-kata. Sekadar bercerita, atau menghabiskan waktu bersama tanpa kata-kata merupakan momen yang yang indah. Apalagi ibuku hari Minggu berulangtahun. Kakakku menghadiahkan ibuku sebuah harmonika yang membuat suasana rumah kian ceria. Meski aku harus menyelesaikan essay 10 halaman, aku tetap merasa gembira.
Malam hari, kami makan malam bersama, di mall yang dipadati orang-orang belanja. Melengkapi ritual berjalan-jalan, dengan mampir ke Gramedia, yang disudahi dengan mencari roti pentung.
Sang Maha Kasih,
terimakasih
Friday, October 13, 2006
Tesis
Tadi udah nyari-nyari bahan, dan karena gaya belajarku ngga pernah konvergen, bacaanku jadi melebar banget. Kali ini aku mulai dengan bermain-main di MIT open course dan cdg-nya Columbia University. Dapat artikel yang lumayan nyambung dengan buku Introducing to Social Networking yang dipinjemin pak Sonny, dan kesimpulan sementaranya bikin aku ngeri: alat yang dipakai statistik banget, selain teori graf. Kayanya aku bener-bener harus mulai belajar statistik.
Minggu depan, aku udah mulai nyetor hasil bacaan. Gaya belajar favoritku adalah membaca bebas dan cerita. Tentu aja, ceritanya ngga di depan kelas. Soalnya kalo di depan banyak orang ide-ide kaya lompat-lompat di kepala sehingga pas keluar malah belepotan. Tapi pas acara diskusi di kelas selasa lalu, seru juga. Dosennya menggunakan gaya Socrates yang berargumen dengan cara bertanya, dan ketika aku jawab dengan bertanya juga malah jadi ngga boleh. Huehehe, seneng. Bagiku, pemain yang kalah adalah pemain yang mengeluarkan 'pokoknya.' Kata itu mlambangkan penggunaan otoritas. Hehe, kidding, kidding, Sir...
Tentang tesis, aku belom bisa cerita banyak. Tapi paling besar kemungkinannya ke arah difusi teknologi dengan pendekatan kajian budaya. Alat analisisnya pake graf dan statistik. Ini masih gambaran super kasarnya, soalnya aku masih bingung untuk nembak kasus apa, ngga mungkin teori doang. Kalau pure kajian budaya, aku bisa cerita banyak tentang pengaruh media, dan adanya idol, tapi kalau menggunakan teori-teori sosiologi plus alat-alat matmatika, aku sama sekali belum ada ide, makanya nih rada-rada ngga sabar nunggu minggu depan. Mau tau perkembangannya kaya apa.
Btw, udah sempet juga cerita sedikit ke dosen, kalo aku bingung gara-gara kebanyakan baca. Eh, dosenku malah ketawa-tawa. Kayanya udah beberapa kali aku diketawain dosen gara-gara bingung. Dosen pemodelanku ekspresinya lucu banget waktu ngeliat aku bingung. Soalnya beliau serius banget, tapi bisa juga ketawa lepas. Ngomong-ngomong tentang ekspresiku, waktu aku salah naik angkot, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, sopir angkot langsung melambatkan laju mobil, dan bertanya, apa aku salah naik. Hmm... ada apa ya dengan ekspresi mukaku?
Wednesday, October 11, 2006
Bukan Aku
Bukan aku yang tak memberi kabar
Bukan aku yang menyebabkan keadaan ini
Bukan aku...
Lalu kenapa kau merasa seolah tak ada yang berubah?
Tuesday, October 10, 2006
Kupu-kupu
Kata-kata itu singgah di kotak inbox-ku. Mengajak imajiku terbang menuju ingatan kisah Rana dan Ferre. Sebuah pertemuan akibat firasat, dan dipaksa berakhir terlampau cepat. Apakah semuanya memang tepat?
Aku tidak tahu. Angin kuat kadang membuat kepak sayap menjadi berat. Waktu yang membuat kepingan-kepingan hidup menjadi diskrit tak mampu mengajarkan banyak. Pun, perulangan yang hanya memberi sedikit variasi.
23 tahun sudah...
Entah apa yang berubah
Masihkah dapat bermain lepas
atau aturan permainan kini bertambah
Pintaku pada Sang Maha
Semoga tak ada yang sia-sia
dalam puja
Pun dalam hubungan antar sesama
Thursday, October 05, 2006
Biru
Wajahmu memancarkan ekspresi yang mengingatkanku pada laut
"Aku takut kau jatuh cinta pada sendu," ujarmu.
NB: ternyata sendu juga menular, aku baru tahu
Wednesday, October 04, 2006
Tuesday, October 03, 2006
Antara Math dan Studi Pembangunan
Bpk : Sekarang dimana Yut, udah jadi wartawan?
Me : Ngga pak, sekarang kuliah lagi di studi pembangunan
Bpk : Lho, ke studi pembangunan, kirain bakal ngambil Fikom Jurnalistik?
Me : Ngga pak, kalau mau jadi wartawan mending terjun langsung nyari pengalaman.
Selang beberapa waktu kemudian...
Bpk : Wah, ini dia kesalahan terbesar, TA-nya shock wave, tapi ngelanjutin ke studi pembangunan.
Me : Kalau masalah entropi di studi pembangunan juga ada, Pak. Lagian TA yang penting proses belajarnya.
Bpk : Iya juga, matematikanya gimana?
Me : Ada game theory, sistem dinamik, tergantung mau dipake atau ngga(ujarku sambil nyengir).
Hmm... kalau melihat perkembangan bacaanku sekarang, kebanyakan tentang difusi teknologi dengan pendekatan historis. Ada sih buku yang menggunakan teroi graf, tapi aku malah kurang tertarik, kecuali kurva logistik yang digunakan untuk menjelaskan penyebaran teknologi. Apa aku mulai bikin blog tesis ya? Minggu lalu udah ada forum pra tesis, dan aku menjawab minatku adalah perpaduan antara cultural studies dalam konteks teknologi. Masih belum yakin juga arahnya kemana, kalau mau yang keren, asyiknya mirip-mirip kajian Bandung Fe, tapi asi masih rada bingung.
Satu hal yang pasti, kajian teknologi. Mengenai alat aku belum pasti. Kalau bisa menggunakan konsep math, asyik juga, soalnya kadang suka kangen ngotak-ngatik persamaan. Bukan karena filosofinya, tapi ngotak-ngatik persamaan lebih mirip kaya ngerjain TTS, atau teka-teki. Hmm.. tapi mungkin kemampuanku untuk itu akan bekurang kalau makananku sehari-hari buku tanpa simbol.
Thursday, September 28, 2006
Godel
Semenjak baca percobaan Sokal di jurnal Social Text, aku memang jadi sedikit berhati-hati menggunakan istilah. Eh, lebih tepatnya dalam diskusi resmi aku rada hati-hati(tau sendiri kalo non-formal istilahku ngawur banget) dalam menggunakan istilah-istilah fisika/matematika. Tapi belakangan aku malah mikir lagi, kalau konsep-konsep fisika yang menarik jika dilihat dalam perspektif yang lebih luas.
Salah satunya ya.. mbah Godel ini(mirip dengan panggilan sayang buat mbah Goo). Ngedenger ide pembuktiannya yang menggunakan induksi, dimana sebuah teorema memiliki hipotesis, dan untuk membuktikan hipotesis ini diperlukan teorema lain yang ternyata juga memiliki hipotesis awal, sehingga sampai pada kesimpulan bahwa sebuah teorema memiliki unsur subjektivitas(ini ide pembuktian versi hiper-nonformal).
Aku merasa kehidupan pun seperti itu. Saat aku merasa apa yang kuraih ini sudah cukup baik, senantiasa ada orang-orang yang kembali mengingatkan aku untuk terus berkembang, dan hal itu terjadi terus menerus. Kalau pakai konsep diagonalisasi Cantor, perkembangan itu konvergen menuju satu nilai. Dalam hidupku, aku ingin nilai itu Kebaikan itu sendiri.
Friday, September 22, 2006
Thursday, September 21, 2006
Marah
Tubuhku langsung bereaksi. Aku diserang kantuk yang dahsyat. Sekuat tenaga aku mencoba menahan agar mataku tetap terbua. Melihat kiri-kanan, mulai mencubit-cubit telapak tangan, sampai kaget karena sempat terlelap barang sesaat. Sama halnya kalau aku minum kopi, bukannya tetap terjaga, aku malah terserang kantuk. Alhasil aku sedikit pusing gara-gara harus menahan kantuk.
Saat jarum jam menunjukkan pukul 5 kurang, badanku sudah mulai agak segar kembali. Huehehe, badanku cukup melek jam, sehingga tau kuliah akan segera berakhir, dan dosenku mulai memperlihatkan sisi lainnya. Ia menampakkan kesedihan saat berbicara mengenai Indonesia. Alasan kemarahan di awal kuliah pun mulai terungkap. Indonesia membutuhkan orang-orang pintar untuk dapat merubah tatanan yang ada. Ah, sisi yang meledak-ledak itu ternyata berasal dari rasa cinta terhadap bangsa. Akupun jadi sedikit terlarut dalam suasana.
Aku tetap tidak suka dengan gaya mengajarnya, tapi aku akan mencoba untuk belajar agar suatu hari, ia pun bisa bangga.
Wednesday, September 20, 2006
Dongeng
Anehnya, dongeng yang aku dapat selalu ngga umum. Waktu kecil dapat cerita karangan mama, tentang Kancil dan Ucil(aku berperan sebagai Ucil, kata mama), trus papa cerita tentang Raja. Ceritanya seperti ini: Dahulu ada seorang raja yang emiliki putra dan putri. Suatu hari putra putrinya itu minta sang raja membacakan cerita, ceritanya seperti ini dahulu kala ada seorang raja yang emiliki putra dan putri. Suatu hari putra putrinya itu minta sang raja membacakan cerita, ceritanya seperti ini ....
Hehehe, keliatan kan darimana asal muasal aku cinta berat ama fraktal? Dari kecil udah di doktrin di alam bawah sadar. Hihihi...
Tuesday, September 19, 2006
Pathetic English
O iya minggu lalu abis ketemu mas Roby. Cara ikut kuliahnya juga aneh. Pas abis dari Vila Merah tau-tau ada bunyi sms. Nah, karena ada feeling aneh, pas mau belok ke sabuga, aku baca sms dulu, isinya: "Yut, ada mas robi." Bingung juga baca sms itu, pertama karena nomornya ngga dikenal, yang kedua, koq yang nge-sms tau ya aku bakal exited banget. Informasi lain yang aku tau saat itu adalah di SP ada kuliah tamu. Dari potongan-potongan informasi yang ngga jelas itu, aku mengambil kesimpulan ada kuliah mas roby di SP.
Ternyata bener... :) :) Waktu aku datang, kelas udah penuh. Ya udah, aku ngambil tempat paling depan, yang cuma ditempati satu orang yang ngga ku kenal. Setelah numpang lewat, aku mendengarkan dengan lumayan cermat. Brakk..brukk...(hihi, ngga seru kalo lewat kata-kata), trus nanya, trus seneng.
Huehehe... ada yang bilang perempuan ngga rasional, tapi kayanya ngga juga. Sejak kapan senng butuh alasan?
Monday, September 11, 2006
Fraktal (Again!)
Whooaaaa... liat nih, cantik banget. Deret Fibonacci: 0,1,1,2,3,5,8,13,21,.... kalikan dengan 1,6 kemudian bulatkan ke bilangan bulat terdekat diperoleh deret ‘Fibonacci’ lagi: 0,2,2,3,5,8,13,21,... yang berbeda di bagian awal, sehingga kalau dijembreng ke bawah diperoleh:
0,1,1,2,3,5,8,13,21,....
0,2,2,3,5,8,13,21,...
0,3,3,5,8,13,21,...
0,5,5,8,13,21,...
0,8,8,13,21,...
0,13,13,21,...
....
Hihi, lucu ya? Perulangan di tiap tingkat sehingga membentuk perulangan, dan berlaku juga kalau dilihat secara vertikal. Perulangan lain yang lebih populer adalah himpunan Cantor yang memiliki anggota tak hingga tapi berukuran nol. Bentuk perulangannya terlihat dari penghapusan selang di bagian tengahnya.
Ok, bermain-main dengan angkanya udahan dulu, soalnya aku abis baca buku Introducing to Social Networks plus Blink, yang mencoba mebuat struktur dari relasi sosial menggunakan perangkat graf. Buku pertama lumayan akademis, soalnya nyaris di tiap lembar ada matematikanya, sedangkan buku kedua relatif populer, meski bagiku keduanya menyajikan sebuah struktur dibalik tampilan sekejap.
Biar gampang ngebayanginnya, aku ambil contoh cerita aja. Dalam sebuah komunitas tertentu, ada empat kelompok orang yang dikategorikan berdasarkan pengamatan kualitatif. Selanjutnya dilakukan metode kuantifikasi dengan kuesioner. Nah, kuesioner itu punya 4 pertanyaan yang masing-masing bernilai satu kalau setuju dan 0 kalau ngga setuju. Dari kuesioner itu kemudian dibuat matriks yang memperlihatkan adanya pengelompokkan diantara orang-orang dalam komunitas, sebagaimana yang tampak pada pengamatan kualitatif. Pengelompokkan menggunakan matriks tersebut dilakukan dalam beberapa tahap, sehingga pada tahap kesekian, terlihat relasi sederhana antara masing-masing kelompok.
Adanya beberapa tahap analisis, mirip dengan yang dilakukan oleh para sosiolog dalam mengamati perilaku orang. Beberapa contoh yang aku temui dalam buku Blink mengungkapkan hal itu. Dengan tingkat penyederhanaan tertentu, yang dalam buku itu dicontohkan dengan memotong-motong bagian dalam video, tampak adanya pola umum antara cara berkomunikasi perempuan dan laki-laki, dan dari potongan tersebut, bisa dilihat hubungan keduanya bermasalah atau baik-baik saja.
Apakah manusia sesederhana itu? Buku Blink menyebutkan adanya alam bawah sadar yang relatif sama bagi tiap orang. Aku ngga tau deh, yang jelas golden ratio banyak digunakan di bidang arsitektur, musik(Pytaghorean scale yang digunakan oleh Bach), dan perbandingan-perbandingan lainnya sangat cocok baik di seni maupun matematika menunjukkan persepsi seseorang akan keindahan adalah rasional.
Maksudnya gini, ada kalangan yang berpendapat kalau seni adalah suatu yang subjektif, padahal kalau dilihat lebih detil, keindahan itu dibentuk oleh sesuatu yang teratur, matematika. Yaa... aku tau ngga semua suka musik klasik, dan ngga semua juga menganggap kuil Parthenon itu indah, tapi tetap aja persamaan antara persepsi keindahan dengan pemikiran rasional ada kaitannya.
Friday, September 08, 2006
Ruang Waktu
Temanku pernah berujar, dunia tak seindah teori. Aku malah berhadapan dengan teori yang tak seindah kenyataan, hehe, aku cuma becanda. Dalam keadaan yang serba mendesak, aku menemukan cara baru untuk gembira. Teman di sebelahku waktu kuliah sampai berujar, "Wah, ketawanya nular," sambil was-was karena takut memancing salah satu dosen cukup angker. Mungkin itu sindiran, tapi aku tak mau terlamapu pusing memikirkan disindir atau tidak, kalau tidak diutarakan langsung, kenapa harus bingung.
Aku jadi ingat aku disebut sebagai 'mba makhluk' gara-gara menyebabkan isi laut sebagai makhluk-makhluk. Oleh dosen, jawabanku malah dikaitkan dengan yang halus-halus, padahal maksudku kan ikan, terumbu karang, dan berbagai makhluk lainnya. Alhasil aku jadi sasaran terus, sambil sekuat tenaga menahan ketawa hingga sakit perut. Duh... selalu ada tawa di segala suasana, hehe
Thursday, August 31, 2006
Lingkaran
Setelah pra-modern ditinggalkan, lengkap dengan "The 'God' of blank spot", deterministik menjadi raja. Namun karena ketidaklengkapannya, banyak yang kembali menyakralkan artefak-artefak buatan. Bukan patung roti yang dijadikan puja-puji, tapi teknologi. Satelit Palapa yang mengangkasa berperan menjadi Armstrong yang mengajak manusia bermimpi. Huru hara dalam negeri, boleh terlupa sejenak, Indonesia sudah canggih.
Hihi, kembali lagi, fetish wajah baru...
Monday, August 28, 2006
Ruang, Waktu, dan Rasio
Duh, aku jadi masuk golongan orang deterministik gini. Dosenku meminjamkan aku buku Introducing Networks System, dan isinya penuh dengan pemodelan sistem sosial. Jadilah aku pengamat yang bermain-main dalam mempolakan hidupku sendiri. Kan asyiknya seorang pengamat adalah ia memiliki kekuasaan untuk berada di semua sektor, atau dalam bahasaku aku menyebutnya sebagai seorang joker. Out of system, tapi bisa mensinergikan banyak hal.
Dalam sistem negara, joker ini adalah pers. Karena dalam beberapa kajian, pers inilah yang menjadi pilar keempat, sesudah legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Yaaa... kalau dalam matematika, aku merepresentasikan joker dengan Pi. Dari segi penggunaan Pi sangat teratur dan indah(golden ratio, deret Fourier, Leibniz, dkk) tapi kalau dilihat dari dalam bilangannya sendiri, Pi tidak memiliki pola.
Huahaha... ok, yuti memanggil sisi melow: Roger!
Rasio : "Woi, yut, sadar. Kerjaan kamu udah numpuk ngga jlas gitu. Liat kemampuan dan waktu juga dong."
Melow : "Ini kan bisa menjadi bahan pelajaran. Kan, dalam tiap segi hidup tersimpan misteri yang bisa disingkap. Lagipula, kondisi sekarang hanya anomali. Minggu depan juga akan beres sendiri."
Rasio : "Iya, dan sebelum minggu depan kamu udah tepar, sampai ngga bisa mengerjakan tugas."
Melow : "Tenang, keajaiban itu akan terus ada selama kamu percaya."
Rasio : "Percaya sih percaya, tapi semua kan tergantung usaha juga."
Melow : "Trus kamu mau aku kaya gimana?"
Rasio : "Putuskan salah satu."
Melow : "..."
Wednesday, August 16, 2006
Titik Kritis
Resiko? Ada-lah, tapi aku mencoba meminimalisir, sekalian belajar untuk bertanggungjawab. Sampai sekarang, aku masih parah dalam hal tanggungjawab, dan dengan merekayasa gaya hidupku, mungkin akan berhasil. Huahaha... keracunan teori sosial, tapi aku agak sekarat nih, gara-gara di buku peganganku ngga ada angka. Meski waktu ngobrol ama dosen, aku ditantang untuk menggunakan graph dan attractor. Apakah attractor-nya sama dengan yang ada di teori-teori chaos aku juga ngga tau, yang jelas tampak menarik.
Inilah fenomena yang terjadi tiap awal semester. Semangat banget. Dan daya tahan semangatnya biasanya menurun, kecuali kalau ada sesuatu yang bikin penasaran. TA-ku aja masih menyimpan sisa yang bikin aku betah untuk ngobrak-ngabrik teks book, tapi aku mencoba untuk fokus nih. Sebenarnya agak kontradiktif juga, kuliahku sekarang rada gado-gado, tapi aku mau fokus. Sama aja kaya bilang, "Eh, aku non-blok" padahal jadi blok non-blok, karena dia jadi bikin kubu baru.
Monday, August 14, 2006
Thursday, August 10, 2006
Jalan Pedang
Aku sendiri sekarang sedang mereka-reka pilihan-pilihan yang akan kuambil untuk masa depanku nanti. Payahnya minatku rada-rada divergen, kebanyakan aku menelusuri sesuatu hanya for the sake of curiosity, kebayang kan gimana acak kadutnya. Udah gitu, aku juga rada males berhubungan dengan yang formal-formal. Waktu zaman bimbingan aja, dosenku sering ngeliatin caraku mencatat. Belum lagi urusan birokrasi di TU, dan gaya belajarku yang abstrak banget. Aku pkir, gaya hidupku ini suatu saat akan menimbulkan masalah. Eh, udah pernah sih, tapi karena aku ngga gitu peduli jadinya terulang lagi dan lagi.
Harusnya sebagai anak math, aku agak tertib. Hmm... aku memang senang membuat pola, tapi ketika berhubungan dengan diriki sendiri, aku terlalu bosan dengan pola yang ada, sehingga munculah distraksi-distraksi aneh, yang sebenarnya membuat hidup lebih rumit. Jadi teringat obrolan dengan dosen tentang anti. Sebuah anti, tidak akan anti terhadap dirinya sendiri. Waktu itu kami sedang membicarakan tentang postmo yang menyatakan ketiadaan akan adanya sebuah meta-narasi, tapi pandangan itu tidak bisa menafikan cara pandang postmo itu sendiri. Duh, kenapa aku cinta banget ama paradoks?
Kalau didiskretkan, mungkin kecintaanku ama paradoks ngga akan begitu berpengaruh dalam hidupku. Tapi karena masih dalam satu fungsi yang sama, ternyata kebawa juga. Huaaa... tolong, aku keracunan epsilon, waktu nulis aja dikepala udah kebayang limit, epsilon, dkk. Udah, ah keburu racunyya menyerang otak lebih cepat lagi..
Monday, August 07, 2006
Kamar Mandi, Teman, dan Pasar
Tak ada berita penting, aku kembali ke gedung tempat aku memiliki janji. Sebagai latar terdengar suara adzan berkumandang. Karena masih asing, aku mulai clingak-clinguk mencari tempat untuk wudhu dan shalat. Aku mendapat jawaban bisa wudhu di atas. Ketika melanjutkan clingak-clinguk di lantai dua, tiba-tiba terdengar suara, "Yuti, sedang cari apa?" Rupanya, dosen waliku heran melihat kehadiranku sore itu. Padahal saat mencari, aku lihat beliau sedang rapat, dengan beberapa dosen. "Sedang nyari kamar mandi, pak, nanti diajak rapat," jawabku. "Oh, ke bawah aja," ujarnya sambil mengiringi langkahku menunjukkan jalan. "Shalatnya dimana, Pak? Kalau ngga ada saya ke jurusan aja." "Lho, sekarang kan jurusan kamu udah ganti," jawabnya sambil tersenyum. Akhirnya dosenku itu membawaku ke TU, dan menunjukkan tempat padaku, kemudian kembali ke lantai atas. Duh, kejadian mahasiswa baru terulang lagi. Lima tahun yang lalu, seorang dosen menunjukkan letak UPT Bahasa padaku, saat melihatku termangu, dan kini keadaan tak berubah jauh.
Rapat yang kutunggu malah dibatalkan, sebagai gantinya aku malah ditanya mengenai topik tesisku. Aku sendiri belum kebayang mau ke arah mana, yang sedikit tergambar baru ke arah kebijakan sains dan teknologi, namun alat yang akan kugunakan masih belum pasti. Maunya pakai sistem dinamik, karena aku lagi senang dengan strange attractor, bifurkasi, Fourier, dkk, tapi ide-ide itu sendiri masih sangat mentah. Dosenku malah menyarankan aku menggunakan teori graf. Huehehe... jadi teringat small world theory. Hipi.. senang mendapatkan wali yang satu frekuensi. Ketika pulang, langit sudah gelap. Hanya beberapa bintang yang memayungi perjalananku pulang. Weekend, here I come...
Sabtu pagi aku sudah beranjak. Mumpung masih segar, aku memutuskan untuk berjalan kaki saja ke jalan Merdeka. Baru hendak melanjutkan perjalanan, seorang kawan menelepon, mengajak aku untuk mencari kado. Karena tak ada rencana yang terlalu kaku, aku iya-kan saja tawarannya tersebut. Jadilah kami berdua naik motor ke Pasar Baru. Keadaan ramai seperti pasar pada umumnya. Di dekat tempat parkir, pedagang jeruk, jilbab menyemut membuat kendaraan-kendaraan susah unuk bergerak. Tapi akhirnya kami, dapat sebuah tempat yang sangat pas untuk meletakkan motor, dan memulai perburuan kadi ke dalam pasar.
Kebetulan, Intan sudah tau stan yang dituju. Sambil memilih-milih, penjaga salah satu stan disebrang mengajakku mengobrol. "Kuliah dimana, De?" "Di, Instituuu..t," jawabku. "Wah, pasti pintar dong. Gampang cari kerja lagi." Waduh, aku sebenarnya kurang nyaman kalau ada yang berbicara seperti itu. Berat beban moralnya, karena instituuu..t pasti sudah memakam banyak uang rakyat yang artinya tanggungjawab lulusannya untuk mengembalikan dana itu ke rakyat. Ah, hidup dibebani citra memang tak pernah mudah. Usai berbincang-bincang, kami melanjutkan perjalanan ke tempat pengiriman barang. Sayang, karena daerah tujuan pengiriman tak terjangkau, terpaksa kami menunggu hari Senin.
Bosen ah, cerita lanjutannya ntar aja:)
Thursday, August 03, 2006
Sore!
Perwalian perdana pun berjalan tak sekeren harapan. Meski aku langsung dipanggil sebagai seorang matematikawan, dan dikenalkan pada calon pengajar, aku masih tak dapat menyembunyikan wajah penasaran. Dan untuk mengganti satu mata kuliah tetap harus disertai beberapa bujukan. Maunya sedikit lebih matang, tapi akhirnya aku malah dipanggil dengan "dik" yang tak urung membuatku senang. Entah karena wajah muda, atau sikap tak dewasa.
Tak sabar rasanya menunggu saat kuliah tiba. Saat cacing-cacing di kepala kembali mendapat makan. Gara-gara kelaparan, terpaksa tadi malam aku kasih pelajaran gelombang. Sekadar mengenang masa-masa silam.
Tuesday, August 01, 2006
Soul
Beda dengan Timur, yang mencoba menyatukan jiwa dan raga. Rasa ingin tahu menemukan tempatnya ketika dipadukan dengan penemuan diri sendiri. Mungkin gara-gara terpengaruh Zen, atau tasawuf, atau aku lagi mati-matian menjaga jiwaku agar tidak tergadaikan rasa penasaran?
Ah, entahlah...
Friday, July 28, 2006
Small World
Pengembaraan berlanjut dengan menyelidiki Chaitin ini. Ngga taunya nyambung ama Shannon yang menjadi dosen pak Samaun dan tokoh dalam Gunung Pi. Huehehe... orang-orang dalam buku menjadi hidup. Jadi, kalau bikin hubungannya:
Yuti-> Gunung Pi->Shannon
Yuti-> Pak Samaun->Shannon
Yuti-> Mama-> Pak Samaun ->Shannon
Yuti-> Meta Math-> Chaitin-> Shannon
Yuti-> Bandung Fe-> konsep Godel-Turing-Chaitin ->Shannon
Huehehe... dunia ini kecil...
Thursday, July 27, 2006
In Search for Love
Setibanya di gedung, tempat sudah gelap. Di panggung tampak sebuah layar besar dengan potongan-potongan video berlatar lagu yang cukup hingar bingar. Sambil mencari posisi yang nyaman untuk menonton, pandanganku menyapu keadaan sekeliling. Kursi-kursi sudah terisi lebih dari separuhnya. Untung saja aku sendiri, jadi masih ada tempat dengan posisi bagus ke arah panggung. Ketika jam menunjukan pukul 7 tepat acara pun dimulai.
Pertunjukkan yang disajikan oleh mahasiswa SBM kali ini bertajuk: In Search for Love. Bagiku, cinta sendiri adalah pencarian tiada henti, alias limit menuju cinta, karena bentuknya yang abtrak. Dari segi keapikan, aku paling suka penampilan pertama dengan judul: Arjuna yang Terluka. Emosinya terasa banget, dan gaya yang dibawakannya pun semi-drama, tidak seperti dua lainnya yang menurutku lebih bergenre parodi.
Pertunjukkan dimulai dengan seorang narator yang berperan sebagai peri. Sang peri itu mengenakan kostum warna-warni, dengan sayap menyerupai kupu-kupu di bagian punggung, dan tongkat ajaib. Dalam kisah itu ia berperan sebagai penyampai surat antara Srikandi dan Arjuna. Konflik terjadi karena Wulandari, yang notabene sahabat Srikandi, juga menyimpan hati pada Arjuna. Meski adegan yang menayangkan gulannaya Wulandari akan hubungan Srikandi dan Arjuna hanya beberapa menit, namun dalam momen sekejap itu, aku merasakan pahitnya cinta yang tidak terbalas. Ah, cinta...
Selanjutnya alur berjalan dengan gaya kocak, dan sedikit klise, karena mirip kisah Romeo dan Juliet. Srikandi yang mengira Arjuna telah mati di keris Kurawa, memlih mengakhiri hidupnya. Di saat-saat terakhir itulah, Arjuna datang dan mendengarkan kata-kata terakhir dari Srikandi: Aku mencintaimu.
Sesudah itu masih ada beberapa pertunjukkan lagi, plus persembahan akustik, tapi aku tidak begitu tertarik. Tampaknya, belakangan ini aku menyukai kisah cinta yang ironis. Huhuhu... kenapa yang sedih justu lebih terasa di hati?
Tuesday, July 25, 2006
Dongeng
Pernahkah kau mendengar sebuah dongeng? Sebuah jalinan cerita yang mampu membuat imajimu melayang, menaklukan ketakutan-ketakutan yang dirasakan penjual kristal dalam kisah Alkemis? Ksatria berkuda putih mungkin sudah terlalu usang, ia kehilangan pamor setelah putri Fiona lebih memilih Shrek dibandingkan Prince Charming. Cerita akan kehilangan keajaibannya ketika tak ada ruang bagi imaji, karena itu semua kisah bisa menjadi dongeng dalam benak tiap orang, termasuk aku.
Salah satu kisah yang menghiasi masa kecilku adalah Marie Curie. Sosok perempuan cerdas yang mampu melewati berbagai rintangan. Dalam memoriku, sosoknya tak lagi utuh. Keberhasilannya menyabet Nobel hingga dua kali, hanya terekam samar. Namun dalam bentuknya yang samar itu, ia telah menjadi simbol keajaiban dalam benakku. Dalam keadaan yang serba terbatas, ia mampu membuat sebuah terobosan.
Kisah yang diceritakan padaku dimasa kecil mampu membuatku imajiku melesat. Menguak misteri pengetahuan yang tak pernah habis untuk direguk. Pola-pola indah yang bisa runyam dalam sekali sapuan, tapi tak lama kemudian muncul kembali sebuah keteraturan. Permainan-permainan dengan logika tertentu yang mengaburkan batasan antara baku dan semu.
Tak heran, banyak orang yang menjadikan Superman sebagai pahlawan mengalahkan kemahsyuran Jenderal Sudirman. Aku teringat kisah Yoko dan Bibi Leung dalam Return of The Condor Heroes, beberapa tahun silam. Pada penayangan episode akhir, aku membaca artikel mengenai sebuah daerah yang memasang spanduk besar-besar, bertuliskan selamat berbahagia bagi keduanya. Kau lihat bagaimana dongeng dan nyata berbaur menjadi satu? Hehe, kau bisa melihat pengaruh postmo menyerang kepalaku. Ditambah membaca review dari Bruno Latour di jurnal Mind, Culture, and Activity yang diawali dengan kutipan Captain Haddock. Hedge dan Haddock menjadi sama nyatanya(atau bahkan tak nyatanya)...
Jawabannya mungkin karena dunia ini semu, sesemu tikus yang fana? ;p Hehe... anyway, senang mendapat dongeng baru tentang matematika. Dalam Dunia Yuti, dongeng itu menjadi hadiah kelulusan yang indah.
Wednesday, July 19, 2006
Pagi, Resah!
Secangkir coklat panas yang masih mengepulkan asap, ditambah alunan lagu merdu tak mampu membuat bayangmu enyah. Apa yang telah kau lakukan padaku, Resah? Tak inginkah kau hariku berjalan indah? Aku tahu kau tak pernah ingin membuatku tenggelam dalam gelisah, tapi kau telah melakukannya dengan cara entah. Haruskah kumatikan radio yang baru saja menyiarkan berita korban yang terus bertambah, atau kau memang senang membuatku gundah?
Radio padam sudah, namun kenapa kau tak beranjak barang selangkah? Adakah aku berbuat salah, hingga kau urung membuatku lebih cerah? Ah, Resah, seharusnya kau tahu apa yang kulakukan beberapa hari ini, aku kembali berkutat dengan buku-buku kemiskinan yang memang tak pernah mudah. Ingatkah kau dengan Soedjatmoko yang mengatakan menulis adalah proses yang agonizing? Itulah yang kini tengah menderaku, perasaan tak nyaman karena terlalu berkawan gundah.
Ah Resah, aku tak mau hubungan kita menyudah, tapi kehadiranmu dalam kepala tak membuat keadaan berubah. Agar keadaan membaik, aku harus bergerak, dan aku tak tahu apakah aku mampu melakukannya jika kau tetap menggelayuti kesadaranku yang terendah. Meski kau membuat cacing-cacing dalam kepalaku menggeliat, aku tak mau bereaksi hanya karena perasaan marah. Jika ada yang berubah, aku ingin itu karena cinta kepada Sang Pemurah.
Tuesday, July 18, 2006
Waktu... waktu...
Dia bukan milikku
Biarkan waktu waktu
Hapus aku…
Sadarkan aku Tuhan
Dia bukan milikku
Biarkan waktu waktu
Hapus aku…
Dua kali lagu Nidji menyapaku pagi ini...
Wednesday, July 12, 2006
Kepada Seorang Kawan
[Episode: Beruntung]
Kawan, sudah lama aku tak menyapamu. Belakangan ini, waktu bergerak demikian cepat, hingga saat ada sejenak rehat, aku baru sadar betapa lamanya kita tak bertukar sapa. Bagaimana keadaanmu kawan? Terakhir kali kudengar kabarmu, kau tengah berkutat dengan aktivismu yang tiada habis, mungkin keadaan itulah yang menyebabkan rentang waktu menjadi demikian akrab dalam keseharian kita.
Tak ada kejadian khusus yang mengakibatkan kau memperoleh kabar dariku kali ini, tapi siapa yang butuh alasan untuk rasa kangen yang tiba-tiba menyelusup dalam kalbu. Tidak perlu lagu, warna, daun, ataupun buku untuk mengingatkanku pada dirimu. Cukup perasaan hangat yang datang tanpa diundang, dan itu sudah dapat menyebabkan badai serotonin menyerang kepalaku, dan entah kenapa, hangat ini identik dengan dirimu.
Tahukah kau, baru-baru ini seorang teman mengatakan mengatakan bahwa aku adalah orang yang beruntung. Parameter keberuntungan yang dia ucapkan berkisar pada keadaan yang telah kucapai saat ini. Mungkin apa yang dia katakan benar, aku memang beruntung, meski aku tak pernah merasa telah mencapai banyak hal. Namun, yang membuatku benar-benar bersyukur bukanlah apa yang kucapai atau peroleh, melainkan memiliki orang-orang hebat dalam kehidupanku. Keluarga, sahabat, teman, guru-guru, rekan yang tak henti mengajariku untuk berbagi dan senantiasa memberikan yang terbaik.
Kawan, mengingat segala hal yang telah mereka lakukan untukku, rasanya tak pernah ada kata terimakasih yang cukup. Bantuan-bantuan tak terduga, atau semangat singkat yang dapat membuat hariku cerah ceria. Begitupula kehidupan dalam wajahnya yang lugu, senantiasa membuatku jatuh cinta. Seperti pada suatu pagi, saat aku menyapa seekor kucing yang tengah mengais-ngais kotak stereofom putih di dekat tong sampah. Saat kusapa, ia menghentikan kegiatannya membuka kotak itu, dan menoleh padaku untuk menjawab salam, sementara kaki depannya masih tersangkut dalam kotak tersebut. Kawan, pemandangan itu sungguh indah.
Ritual sapa menyapa itu juga kulakukan pada anjing di jurusan. Aku sudah tidak ingat sejak kapan ia menjadi penunggu jurusan. Dengan tubuhnya yang sudah tampak ringkih, dan mulut yang senantiasa bungkam, ia hanya menyapaku dengan bola matanya yang sendu. Ekornya kadang tergoyang, tapi lebih sering hanya terkulai kuyu.
Kawan, bisakah kau bayangkan, bahkan seekor anjing pun tampak memiliki permasalahan yang mendalam? Tentu saja, aku tak bisa menganalisa apa yang tengah menimpanya, aku tak tahu sejarah hidupnya, dan aku juga bukan seorang psikolog anjing. Namun melihat segala sesuatu memiliki sejuta cerita dibalik apa yang terlihat sekarang, senantiasa membuatku takjub.
Guratan di pohon, cekungan di danau, hingga alam semesta yang menyimpan sejuta rahasia, semuanya menjadi pengingat agar aku tak henti berpikir. Kau jangan lantas membayangkan aku seperti filsuf dengan tangan yang menopang dagu, karena itu tak pernah berlaku untukku. Aku lebih senang menceburkan diriku dalam segenap rasa kemudian baru memilahnya secara perlahan.
Keluguan, sedih, gembira, cemas, resah, bahagia, bingung, pasti, monoton, chaos, semua pengalaman itu senantiasa menjadikanku lebih kuat. Karena itu aku masih sering tak bisa menahan diriku, untuk membuat orang terkejut dengan kata-kata maupun polahku. Aku hanya ingin sedikit menularkan kekompleksan hidupku pada orang lain. Bukan karena aku tak percaya pada pola(huaa... kawan, ternyata virus matematika itu kini telah mengalir dalam seluruh pembuluh darahku), namun karena aku percaya keteraturan itu ada pada tingkatan yang lebih tinggi. Bagiku kompleksitas merupakan titik keseimbangan diantara chaos dan keteraturan(order), dan karena itu aku senantiasa menyukai distraksi-distraksi yang dapat mengembalikan sistem pada keseimbangan.
Kalau kau melihat ritme hidupku saat ini, mungkin kau akan menganggapku telah tercebur dalam kehidupan mekanistik. Mulanya aku pun menganggap demikian, namun aku kembali melakukan distraksi-distraksi dalam kehidupanku, dan kembali belajar untuk melihat detil-detil kehidupan yang luput. Pemandangan biasa yang ketika diperhatikan lebih dalam ternyata menyimpan cerita, dan kawan, perasaan bahwa semuanya menjadi tanda menuju Yang Satu, sangat menguatkan.
Kawan, aku tak mau bercerita lebih banyak lagi, aku tak mau menjadi tukang ceramah yang dalam hitungan beberapa detik akan membuatmu bosan. Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku memang beruntung, tapi bukan karena diriku sendiri, melainkan karena Sang Sutradara menghadirkan dirimu dalam kehidupanku.
Salam sayang selalu,
Kawanmu
Friday, July 07, 2006
Studi Pembangunan
Me: "Halo"
HP: "Ini Yuti yang mendaftar di Studi Pembangunan?"
Me: "Iya, betul."
HP: "Hari Sabtu nanti ada test masuk di SP, udah tau kan gedungnya?"
Me: "Lho, bukannya ada TPA?"
HP: "Iya, TPA kan waktunya pagi. Test studi pembangunan jam 1 siang, materinya umum."
Me: "Materi umumnya berkaitan dengan apa saja?"
HP: "Umum koq, tidak ada matematika."
Me: "Wah, malah bagus kalau ada matematikanya. Saya kan dari jurusan matematika."
HP: "Kalau itu nunggu kalau udah masuk SP aja, nanti ada ekonomi makro dan mikro."
Hmm... percakapan pagi yang lucu. Pagi itu rencananya aku mau mampir ke SP dulu, tapi ternyata telepon dari SP menyurutkan langkahku.
Tuesday, July 04, 2006
Officially Graduate
Pagi itu aku ke kampus dengan langkah bergegas. Jam sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima, sedangkan menurut informasi dari teman-temanku, sidang akan dimulai jam 8. Sesampainya di jurusan, keadaan tampak lengang. Tak tampak kerumunan anak-anak yang menunggu hasil sidang kelulusan. Jawaban akan keadaan itu aku temukan di secarik kertas yang mengumumkan sidang baru akan dilaksanakan pukul satu siang. Semangat yang meluap-luap karena sebentar lagi aku akan dinyatakan sebagai sarjana, pun harus kuredam selama 5 jam ke depan.
Karena hari masih pagi, aku sempat bercakap-cakap dulu dengan temanku yang juga menyangka sidangnya akan berlangsung pukul delapan. Setelah ngobrol kesana kemari akhirnya kami berpisah jalan. Ia pergi ke arah gerbang depan, sedangkan aku ke tempat kerja di daerah belakang. Keadaan tak berbeda jauh, tak ada seorang pun ketika aku memasuki ruangan. Komputer yang biasa kugunakan pun seolah belum mau meninggalkan suasana liburan. Ia menolak untuk kenyalakan. Pun setelah kususuri kabel-kabel yang menghubungkannya ke sumber energi, dan melihat semua sudah terhubung seperti biasanya. Tak menemukan jawaban, ditambah lagi tak membawa buku bacaan, aku kembali ke jurusan. “Mungkin saja bertemu teman seangkatan,” pikirku sambil beranjak meninggalkan ruangan.
Kali ini aku bertemu adik angkatanku yang hendak mengurus kartu perpustakaan. Kubarengi langkahnya menuju gedung ungu yang menjulang. Aku sendiri belum mengurus masalah administrasi meski telah sering diingatkan. Bukan karena tak ingin, tapi sampai saat itu aku belum menemukan KSM-ku yang menjadi syarat memperoleh tanda bebas pinjam. Karena itu, beberapa hari ini aku hanya jadi pemandu bagi teman-temanku yang mengurus kartu ke perpustakaan pusat. Senang juga jalan-jalan tanpa tujuan, di tengah kegiatan yang selalu dikejar-kejar waktu.
Sekembalinya di tempat kerja, beberapa orang sudah tampak di depan laptopnya masing-masing. Ternyata komputer yang biasa kugunakan tak mau hidup karena ada aku luput memperhatikan tombol on di kabel karena tersembunyi. Dalam sekejap, aku sudah tenggelam dalam kegiatan memasukkan data. Tak terasa hari sudah beranjak siang, ketika aku mulai merasa bosan. Langsung pergi, atau melanjutkan entri data? Dari pengalaman temanku menunggu sidang kelulusan, mahasiswa biasa menunggu lama. Namun di sisi lain, aku jadi bisa bertemu dengan teman-teman.
Aku memilih jalan tengah, berangkat jam 1 lebih, agar tak terlalu lama meninggalkan pekerjaan. Benar saja, di depan TU tampak banyak anak-anak yang sedang menunggu. Petugas TU pun tampak tak kalah ramai mengurus berbagai kertas-kertas yang harus ditandatangan sambil sesekali memanggil nama mahasiswa yang harus memasukkan biodata. Tak hanya itu, suasana ramai ditambah deretan kardus-kardus berisi kiriman komputer baru yang memenuhi lorong menuju ruang ketua jurusan. Ramai, sedikit berantakan, tapi menyenangkan.
Semua keramaian itu belum mencapai puncak. Dosen-dosen yang berbincang mengenai kelulusan, tak jua memanggil kami untuk turut bergabung. Wajah-wajah penantian yang ditimpali dengan gurau tawa, akhirnya berubah menjadi kelegaan pukul dua lewat. Kami semua dipanggil ke atas. Di depan ruangan, kami masih saling dorong mendorong agar ada yang mau masuk duluan ke ruang rapat, ruang penentuan kelulusan. Akhirnya karena tak ada yang mengalah, aku maju saja(apalagi dosenku sudah melongokkan kepala keluar ruangan menyuruh kami agar segera masuk).
Hal pertama yang kutangkap ketika masuk adalah tumpukan buku-buku tugas akhir kami di bagian tengah ruangan, yang kedua adalah dus-dus kue:) Setelah mengambil posisi yang nyaman di pojok ruangan, aku pun duduk untuk mendengarkan pernyataan kelulusan. Informasi-informasi formal disampaikan oleh ketua jurusan, dilanjutkan oleh wejangan dari seorang dosen senior. Sesaat aku sempat berkaca-kaca, tapi karena dosen-dosenku punya hobi tertawa, suasana sendu itu dengan cepat berlalu. Sesudah itu nama-nama kami pun disebutkan satu per satu.
Ketika tiba pada namaku, salah seorang dosenku nyletuk, “Wah, Yuti lulus?” Huehehe, kena deh, soalnya sebelum sidang ini pun aku sudah menyatakan sendiri kelulusanku. Bagian paling berkesan adalah saat dosen-dosen berbaris di lorong dan menyalami kami semua. Seorang dosenku sambil menyalamiku berujar, “Wah, Yut udah kerja ya di PR?” Komentar khusus lainnya aku peroleh dari dosen Geometriku, dan ketika sampai pada dosen pembimbingku, ia menyalamiku dengan ekspresi yang tak bisa kutuangkan dalam kata-kata. It’s feels great-lah pokoknya.
Now it’s official... Yuti Ariani S. ___ (still can’t believe that I’ve already graduated)
Wednesday, June 28, 2006
Another Personality Test
INFP - "Questor". High capacity for caring. Emotional face to the world. High sense of honor derived from internal values. 4.4% of total population. |
Introverted (I) 56.25% Extroverted (E) 43.75%
Intuitive (N) 60% Sensing (S) 40%
Thinking (T) 50% Feeling (F) 50%
Perceiving (P) 70.59% Judging (J) 29.41%
Hihi, dasar Libra!
Because of Love
Dua hari ini, alat sms-ku kembali ke fungsi asalnya sebagai telepon. Hihi, a lot of support from my friends, even just to say hallo. Can't do it without you guys. O iya lupa, blog ini kan default-nya pake bahasa Indonesia. Hehe, kayanya tombol bahasa Inggris-ku lagi dalam mode on, abis lagi banyak tugas pake bahasa Inggris, kebawa-bawa deh.
Di tempat baruku, aku ketemu kakek guru. Jadi pembimbingku, punya pembimbing, nah, beliau ini yang didefinisikan sebagai kakek guru. Seneng, denger cerita dari orang yang punya banyak pengalaman, apalagi aku jadi tau kenapa teks buku Indonesia jarang menggunakan kata 'kita.' Kalau aku menganggap penggunaan kata 'di' sebagai pembentukkan jarak, sedangkan penggunaan kata kita sebagai bentuk pengerjaan bersama. Apalagi untuk matematika, dimana tiap bagiannya memerlukan proses pemahaman. Kalau cuma di, di.. doang, seolah-olah matematika itu seperti pelajaran menghapal. Subjeknya ngga jelas, dan lebih jauh, kalau salah ngga ada yang tanggung jawab.
Aku jadi belajar banyak hal, dan benar-benar jadi ngerasain apa yang namanya kerja keras, berkecimpung dengan kerja teknis, dan belajar menikmatinya. Bo'ong, kalau bilang awal-awal aku langsung enjoy, tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku mulai menemukan hal-hal baru yang ngga aku dapatkan sebelumnya.
Welcome to the Pseode-Real World Yut.
Friday, June 23, 2006
...
Entah apa yang menunggu
Adakah cerita seru
Lalu bermain dengan ragu
Tertawa dalam lucu
Kembali termangu
Pahatan yang tak lagi utuh
Mencari rumusan baru
Wednesday, June 21, 2006
Ternyata...
Aku sempat shock, selama ini aku lebih terbiasa kerja dalam alur dunia pers. Rapat redaksi, trus riset plus kluntang-kluntung nyari mangsa:) Dunia kerja seperti itu, memungkinkan aku tahu banyak hal, meski dengan jumlah yang minim. Untukku sendiir, gaya ini sangat cocok, soalnya cara berpikirku relatif divergen plus cepet bosen. Tapi duniaku yang baru, cenderung spesifik. Alhasil seminggu ini, banyak banget yang nyemangatin aku via ym atau G talk(makasih ya, buat yang ngerasa).
Alhamdulillah, sekarang aku udah mulai bisa menikmati kerjaanku. Masih setengah males sih, soalnya input data ngabisin waktu dari pagi ampe sore, sampai-sampai aku ngga sempet ngapa-ngapain lagi, tapi sebagai pengalaman, ok juga. Itung-itung menaklukan diri sendiri, dari chaos menjadi order, meski aku berharap bisa berada di jurang kompleksitas. Kaya si Pi, yang merupakan konstanta indah yang tidak terpahami.
Tentang tulisan math-ku jadinya rada kacau. Seharusnya aku membuatnya terstruktur. Tapi karena aku pecinta berat postmo, akhirnya aku ngga tahan untuk memasukkan konsep simulakrum dan itu malah bertentangan dengan konsep fraktal yang aku pakai sebelumnya. Huaa... mau tulisan ilmiah juga, tetap aja ada unsur subjektivitasnya, dan sekarang aku berperan sebagai pembuat narasi, huehehe... padahal postmo menentang adanya sebuah narasi, huehehe, si Yuti kayanya lagi error.
Friday, June 16, 2006
Math Project
Kalau dari referensi yang aku baca, pandangan ini dipengaruhi juga keindahan suatu persamaan. Karena math banyak berdiri diatas aksioma yang kebenarannya didasarkan pada kekonsistenan dan kesepakatan bersama, maka seni untuk menjadikan math tampak menarik bagi orang umum menjadi tantangan tersendiri. Kebayang ngga sih, orang ngotak-ngatik persamaan hingga menghabiskan waktu berjam-jam, hanya atas nama penasaran. Sama aja kaya orang punya hobi mobil, dia bakal ngabisin banyak uang dan waktu untuk ngurus mobil tersebut, jadi aku pikir kayanya sama aja.
Whuaa... ngomongin math, ngga ada abisnya, sekarang aja aku udah bikin 12 halaman, padahal batasnya cuma sampai 15, dan aku masih pengen cerita banyak hal. Paling ntar aku akal-akalin margin kiri dan kanannya.
O iya, mailku udah dibales ama dosen-dosen math-ku. Kesimpulan sementara tentang dosen-dosenku: idealis, moralis, dan baaaiiiiiik.
Thursday, June 15, 2006
Testi
Me: "Pak, rekomendasinya harus diamplop, ya? Saya ngga bisa tau dong."
Bpk: "Iya, Yut."
Me: "Wah, Pak, saya kan ingin tahu apa yang ditulis."
Bpk: (sambil ketawa)"Kamu ingin tahu aja sih, Yut."
Beberapa hari kemudian, pembimbingku nge-sms, bilang surat rekomendasinya udah bisa diambil. Trus perbincangan berlanjut.
Bpk: "Kalau di Amerika, setelah diserahkan, orang yang direkomendasikannya boleh melihat suratnya."
Me: "Ooo.., jadi nanti dikembalikan, Pak?"
Bpk: "Ngga, tapi kalau mau tau, bisa minta liat."
Me: "Apa bedanya dengan sekarang, Pak?"
Bpk: "Harus diserahin dulu baru boleh tau."
Me: "Kan, ini(sambil nunjuk amplop) jadi feedback Pak buat saya."
Bpk: "Ya udah, kalau nanti kamu udah diterima, nanti saya kasih tau(sambil senyum)."
Hihi... jadi teringat hipotesis teh dan susu yang ada di Gunung Pi, apa bedanya coba, aku tau sekarang apa nanti...
Wednesday, June 14, 2006
Monster-Monster Kertas
So Yut, how is life? A little bit rocking, but I can handle it. Lagi sibuk juga ngurus pendaftaran mendekati batas-batas akhir, abis.. aku rada males berurusan dengan masalah administrasi-administrasi gitu. Minta surat, cap, tandatangan, malah yang lebih kuatir kayanya ortu, pembimbing plus dosen wali. Duh, kapan aku dewasanya kalau gini terus? Aku juga ikutan pontang-panting sih, tapi kadang masalahnya juga berasal dari faktor eksternal. Ok, aku akan berhenti mencari kambing item, mending cari kucing item aja lucu. Apalagi malem hari, ketika yang keliatan matanya doang...
O iya, hari ini my best friend celebrate her 24th birthday. Happy birthday, Rin...
Hmm... ada kejadian apalagi ya? Ah iya, kasih warning: be carefull with coriousity, it can cause you into trouble. Jadi ceritanya, beberapa hari ini ada yang suka miscall ke hp malem-malem, karena penasaran, aku sms aja, dengan kata-kata: Hai. Just three letters, eh, tau-tau orangnya nelpon, trus bilang isi sms-nya mesra banget. Huaakkss... sejak kapan 'hai' jadi kata mesra. Udah gitu, nelponnya berlanjut lagi.
Awal-awal, aku masih baik, ngeladenin. Tapi pas nelpon lagi jam 1 malem, langsung bilang aku ngantuk, dan nutup telponnya. Gila, nomorku kan bukan nomor komersial yang 24 jam bakal ngasih jawaban. Udah gitu, orangnya ngga merasa bersalah sama sekali dan minta diperhatiin segala lagi. Masa dia bilang, "Eh, kamu koq ngga nanya keadaanku sih?" Huee.., hue...k, don't he have any better things to do? Instead calling my number. So, for this couples days, I think, I will turn off my handphone while the night coming.
Wednesday, June 07, 2006
KBBI
Aku jadi teringat cerita tentang kang Beni yang cuma bisa nulis kalau menggunakan mesin tik. Kayanya cara kerja kepalaku juga punya sisi seperti itu, dan untungnya bukan mesin tik, tapi si kompie, dan suasana malam.
Ada yang tau definisi integritas?
Monday, June 05, 2006
Manusia-Manusia Penggoda
NB: Yuti yang mencoba untuk tidak tergoda
Thursday, June 01, 2006
Bolpen Merah
Hihi... pake bolpen merah
Hihi... ngasih angka
Hihi... ternyata meriksa juga ada seninya
Hihi... rasanya keren sekali
Thursday, May 25, 2006
Gotcha!
Yeah, for the sake of curiosity.
NB: Hmm... keep trying to increase my pathetic English
Monday, May 22, 2006
Pernyataan Tujuan
Waktu ngobrol ama calon dosenku, aku ditanya kenapa milih Matematika. Sebenarnya banyak banget yang mengajukan pertanyaan itu padaku, dan jawaban yang aku berikan pun bergantung pada mood, ya MBA(Math By Accident)lah, karena menarik, karena ngga tau lagi mau ngitemin apa padahal pilihan di form UMPTN ada 3(aku milih IPC), dsb. Tapi waktu aku ditanya ama calon dosenku itu, jawabanku bukan jawaban yang biasa aku kasih, “Karena dari SD-SMA, matematika satu-satunya pelajaran yang saya ngga perlu belajar, Pak.”
Pertanyaan mendadak yang aku timpali dengan jawaban mendadak pula, tapi malah membuatku berpikir lebih dalam. Aku memang jarang belajar kalau mau ujian matematika, karena kalau di kelas sudah mengerti, aku tinggal menggunakan pola-pola yang sudah ada di dalam kepala ketika berhadapan dengan soal. Kalau alasannya malas belajar, rasanya tidak juga, karena bagiku matematika seperti teka-teki yang memancing rasa ingin tahu. Karena itu, biasanya aku kemana-mana membawa soal-soal yang kerap diberikan guruku dalam bentuk lembaran-lembaran. Mirip kalau orang mengerjakan buku TTS yang dijual seharga seribuan untuk mengisi waktu luang, maka aku biasa membawa lembaran-lembaran soal math.
Keadaan berubah ketika aku menginjak bangku kuliah. Matematika mulai menjadi tidak menarik(aku juga ngga tau kenapa), dan dengan sendirinya aku kehilangan mood ‘memecahkan teka-tekiku.’ Baru ketika mengerjakan tugas akhir aja, aku kembali menemukan kesenangan itu. Dan kini, ketika aku hendak melanjutkan studiku, benarkah aku benar-benar akan meninggalkan ilmu yang telah aku tekuni selama 4 setengah tahun lebih?
Aku masih akrab dengan buku-buku matematika. Mulai dari yang filosofis, sampai yang sudah berhubungan dengan simbol-simbol dan teorema-teorema tertentu. Untuk yang sudah agak teknis, daya tariknya bukan terletak pada manfaatnya, tapi benar-benar pada keindahan logikanya. Buku-buku filososfis analog dengan buku-buku fiksi, sedangkan buku teknis analog dengan buku non-fiksi. Pertanyaan yang menghiasi benakku adalah, benarkah aku benar-benar akan memulai lembaran hidup baru dengan pindah jurusan?
Hmmph... pertanyaan yang sulit. Tapi aku akan mencoba mencari gambaran yang lebih besar dari matematika. Himpunan Cantor(ambil bilangan real di selang [0,1], kemudian bagi menjadi tiga bagian yang sama besar, kemudian buang yang bagian tengahnya, lakukan hal yang sama secara terus menerus pada bagian-bagian yang tersisa) misalnya, merupakan contoh fraktal. Di alam, banyak bentuk yang merupakan fraktal(misal: snowflake, daun ijo gepeng temennya anggrek). Secara sederhana, fraktal berarti rekursif self-similar. Nah, karena rekursif self-similar ini seringkali sampai infinite, maka yang tertangkap langsung seringkali bentuk yang tidak beraturan, padahal kalau dilihat dalam skala mikroskopik, terlihat ada pola tertentu.
Nah, bidang pasca-ku kayanya juga ngga jauh-jauh dari pola. Hanya saja, makhluk-makhluknya sekarang ngga sebaik bilangan yang mengikuti aturan tertentu, melainkan manusia yang variasinya bakalan jauh lebih banyak. Hmm, kayanya ngga cocok kalau menggunakan konsep fraktal, aku pakai konsep butterfly effect aja deh. Contoh ini aku baca dari tulisannya mas Roby yang mengamati lonjakan listrik di Inggris setiap kali ada pertandingan sepakbola. Jawaban dari adanya lonjakan ini adalah karena ketika waktu istirahat(pergantian dari ronde satu ke ronde dua), para penonton berbondong-bondong membuat teh.
Trus kenapa aku nyebrang ke masalah sosial? Aku ngga tau juga, meski kalau aku baca profil founding father-nya matematika, khususnya yang analisis, kebanyakan larinya ke masalah-masalah filosofis. Dosen-dosenku yang banyak nulis tentang matematika sekolah dan konsep berpikir juga kebanyakan dari latar Kelompok Keahlian Analisis. Jadi meski aku kecebur ke analisis(karena awalnya, aku nyangka dosenku terapan) setelah dijalani ternyata malah ketemu benang merahnya.
Mau pake konsep alam bawah sadarnya Freud? Boleh juga sih, tapi aku ngga mau membahasnya disini. Well, udah dulu ah menganalisis diri sendiri.
NB: Aku jadi kepikir, apa kalau aku berhasil menganalisis diri sendiri, dan membuat logika yang cukup rigid, aku akan cukup puas? Koq, aku malah jadi keinget salah satu episode Mr. Bean yang ngga bisa tidur trus menghitung domba. Ajaibnya. perhitungan domba yang sebenarnya bertujuan untuk mendatangkan rasa bosan dan kantuk, diselesaikan dengan kalkulator. Adegan ini bisa menjadi benar, seandainya Bean tidak bisa tidur karena penasaran dengan jumlah domba, tapi masa gitu sih??
Untuk Papa
Papa … Kini senyum itu tak bisa lagi kulihat Kebaikan itu tak bisa lagi kudapat Tapi jasa papa tetap melekat Hangat itu tetap mendekap ...